Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bahaya Sosial Media

14 Desember 2019   08:32 Diperbarui: 14 Desember 2019   08:33 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Suatu hari, seorang anak mengadu ke guru. Dia lapor jika fotonya diedit hingga membentuk tindakan tak senonoh. Caranya, ada foto porno yang diambil. Lalu, bagian kepala diganti kepala si anak. Betapa kagetnya si anak itu ketika ia mendapatkan kiriman fotonya yang telah diedit itu dari teman yang lain.

Seketika guru itu memanggil si anak yang jadi pelaku ngedit foto. Anak itu ditanya waktu edit dan motivasi. Ternyata, foto editan itu sudah setahun lebih. Namun, baru ketahuan justru setelah mendapatkan kiriman dari teman yang lain. Motivasinya hanya iseng. Begitu kronologinya.

Pak Guru pun langsung menjelaskan bahaya sosmed. Apa yang telah diperbuat di sosial media akan menimbulkan jejak digital. Artinya, sepintas lalu mungkin status telah dihapus. Namun, siapakah yang bisa menjamin ada orang lain di dunia maya yang telah screenshot. Jejak digital itulah yang bisa menghancurkan segalanya.

Sama halnya dengan dengan peristiwa di atas. Siapakah yang berani menjamin jika foto editan yang menggambarkan perbuatan tak senonoh itu benar-benar hilang atau dihapus? Tak ada satu pun yang bisa menjamin. Dari sinilah korban bisa menderita seumur hidupnya. Bagaimana bisa?

Sekarang korban duduk di bangku SMK. Lulus sekolah, lalu kerja, nikah, punya anak. Karena kinerjanya bagus, kariernya juga bagus. Akhirnya korban foto editan itu menduduki kursi salah satu pimpinan.

Suatu hari, sang direktur utama browsing. Tiba-tiba foto editan bawahannya terpampang di layar komputer. Sontak saja foto itu disimpan.

Pada suatu hari, direktur utama perusahaan memanggil bawahannya yang fotonya diedit itu. Setelah basa-basi, akhirnya sang direktur menunjukkan foto editan itu. Minta klarifikasi.

Korban foto editan kaget. Ia sama sekali tidak menyangka jika foto puluhan tahun saat di SMP itu masih ada. Mau tak mau, ia harus jujur mengakui bahwa foto itu benar wajahnya tapi tidak melakukan apa-apa seperti yang terlihat di foto itu.

Jika direktur utama itu baik hati, mungkin kasus itu selesai. Namun, korban foto editan itu bisa dipecat demi menjaga nama baik perusahaan karena setitik racun, rusaklah air setangki.

Jika itu terjadi, betapa sedihnya korban. Ia sudah jadi korban editan foto dan kini dipecat perusahaan. Sedangkan, keluarganya sedang butuh nafkah. Puncak-puncaknya kebutuhan.

Inilah bahayanya sosial media. Begitu mudahnya orang mengumbar foto tanpa mempertimbangkan bahayanya di kemudian hari. Meski kepada pasangan atau pacar sekali pun, jangan pernah berbagi obrolan porno, foto, apalagi video. Mungkin akibat perbuatan tak baik itu masih aman-aman saja saat ini. Namun, siapakah yang berani menjamin keamanan di kemudian hari?

Jangan sampai karier yang telah dirintis puluhan tahun itu lenyap plus hilangnya harga diri hanya gara-gara sosmed....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun