Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Video Porno di Buku Sekolah

5 September 2012   17:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:52 3266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1346886329435662229

[caption id="attachment_210713" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi/Admin (Ipung Surya Perdana)"][/caption]

Sebuah buku disusun disertai dengan tujuan yang hendak dicapai selama pembelajaran. Oleh karena itu, buku harus disusun berdasarkan Standar Isi (SI) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah selaku penanggung jawab pelaksanaan pendidikan nasional. Berkenaan dengan itu, pemerintah harus benar-benar memerhatikan kualitas buku agar isinya tidak meracuni pemakai (baca: siswa). Satu kesalahan kecil dapat berakibat fatal karena buku itu sudah telanjur tersebar ke seantero pelosok nusantara.

Malam tadi, saya dibuat terkejut bukan alang kepalang. Keterkejutan ini disebabkan pertanyaan yang dilontarkan anak sulungku. Waktu itu, kami baru saja pulang dari masjid usai menunaikan sholat maghrib ke masjid. Setiba di rumah, ananda langsung mengaji dan mulai membaca buku Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di kamar pribadinya. Saya pun menemani ananda sambil membaca-baca tulisan para sahabat melalui HP jadulku. Memang begitulah kebiasaan di keluargaku sehari-hari. Tiba-tiba, keasyikanku membaca posting-an para sahabat dihentikan oleh teriakan anakku.

Pak, video porno itu apa to?” tanya ananda sambil memandang ke arahku.

Pertanyaan itu membuatuku terhenyak beberapa saat. Saya harus memberikan penjelasan sejelas-jelasnya agar ananda tidak dibuat penasaran. Sebagaimana nasihat temanku, berikanlah penjelasan atas pertanyaan anak secara jujur dengan cara yang bijak agar anak tidak mencari jawaban melalui google. Teringat dengan nasihat temanku, saya pun mendekati ananda.

Mana kalimat yang kamu tanyakan?” tanyaku sambil duduk di samping ananda.

Ananda pun langsung menunjukkan kalimat di buku itu yang menggunakan frasa video porno. Akhirnya, saya pun menjelaskan arti dari frasa itu sejelas-jelasnya. Saya menjelaskan bahwa video porno adalah video yang menampilkan gambar tentang adegan orang-orang jahat. Adegan itu menyerupai orang mandi yang di-shooting. Susah sekali saya mencari ungkapan untuk menggantikan arti frasa video porno. Setelah mendengar jawaban itu, ananda pun tidak bertanya lagi dan meneruskan belajarnya. Sekitar jam 19.30, ananda sudah selesai belajar. Kami pun menunaikan sholat ‘isya secara berjamaah di rumah. Usai sholat, ananda ingin bermain-main sebentar dan gosok gigi sebelum tidur. Ketika ananda bermain-main itulah, saya meminjam buku ananda. Saya membaca dan menelaah buku PKn SD Kelas 4. Dan saya pun dibuat kaget sekaligus tercengang. Mengapa?

Buku pelajaran PKn itu menggunakan banyak istilah asing yang teramat sulit dipahami untuk anak setingkat SD Kelas 4. Pantas saja ananda sering bertanya tentang arti kata asing karena buku-bukunya memang menggunakan banyak kosakata asing yang mengganggu pemaknaan kalimatnya. Tidak hanya pemakaian kosakata asing, saya pun menemukan ungkapan-ungkapan lain yang kurang pantas ditulis di buku pelajaran untuk jenjang SD, seperti video porno, homoseksual, teroris dan lain-lain. Bagiku, ungkapan-ungkapan itu seharusnya dihilangkan dan atau digantikan kosakata lain untuk tujuan yang sama.

Atas kasus itu, saya ingin berkirim surat kepada penerbit. Tentu saya memandang diperlukannya penelaahan bahasa agar para siswa tidak diracuni oleh beragam kosakata yang cenderung negatif. Saya mengkhawatirkan kasus ini berdampak pada perkembangan psikologis anak. Mestinya penerbit (baca: penyunting bahasa) berhati-hati menggunakan kosakata dalam buku yang akan diterbitkan. Hal ini perlu diperhatikan karena buku akan memberikan dampak yang luar biasa, baik dampak positif maupun negatif. Terlebih jika buku itu telah tersebar dan digunakan oleh ribuan, bahkan jutaan murid se-Indonesia. Hendaknya penerbit memerhatikan keselarasan isi buku berdasarkan perkembangan kejiwaan dan fisik anak.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun