Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Menikah Itu Bikin Kaya dan Bahagia, Percayalah!

11 Juni 2012   23:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:05 2331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_194106" align="aligncenter" width="640" caption="Kenangan indah melepas masa lajang, 4 Maret 1999."][/caption]

Beberapa waktu lalu, saya menyaksikan acara di Metro TV. Acara itu disiarkan malam hari. Topic acara itu adalah kehidupan para jomblo alias lajang alias bujang. Sengaja acara itu menghadirkan para jomblowan dan jomblowati dengan ditemani seorang psikolog. Cukup menarik obrolan malam itu. Satu kesimpulan yang dapat saya ambil adalah kebahagiaan semu. Lho, kok bisa?

Para narasumber acara itu menyebutkan bahwa mereka sudah merasa bahagia. Menurut mereka, rasa bahagia itu berasal dari kenyamanan bekerja, tak lagi direpotkan oleh urusan rumah tangga, dan bisa senang-senang tanpa batas. Heran, bahagia kok hanya diartikan sempit begitu?

Bahagia harus dapat dirasakan oleh perasaan dan pikiran. Perasaan bahagia tumbuh dari hati yang dibenarkan pikiran. Kebahagiaan akan didapat dengan satu cara: merasa tercukupi semua kebutuhan. Adalah kebohongan jika orang mengatakan bahagia tetapi dirinya belum tercukupi keinginannya. Maka, alangkah baiknya kita berkaca kepada kehidupan normal seraya mengambil sisi baiknya. Sekarang, cobalah kita bandingkan kebahagiaan orang menikah.

Pernikahan itu teramat mulia dan membahagiakan. Justru terjadinya perbedaan dalam rumah tangga menjadi penyedap nikmatnya kehidupan. Cobalah Anda naik mobil di jalan tol. Jika semua jalan dibangun lurus tanpa berbelok dan bergelombang, saya yakin bahwa nantinya sang sopir akan mengantuk. Jika sopir sudah mengantuk, itu jelas akan beralamat ke neraka alias kecelakaan. Baiklah, saya akan menunjukkan tiga kebahagiaan yang diapat dari menikah.

Seks Sehat

Manusia dilengkapi dengan libido atau hasrat seks. Libido jangan dimatikan, tetapi harus disalurkan. Nah, bentuk penyalurannya harus sehat: satu tempat! Jika seks disalurkan ke banyak tempat, kebiasaan itu akan menimbulkan beragam penyakit. Darimana asal penyakit? Tentunya penyakit itu berasal dari teman kencannya. Apakah Anda akan bertanya kepada calon teman kencan sebelum berhubungan seks? Mana ada teman kencan akan berkata jujur?

Istri atau suami adalah satu saluran sehat. Jelas ia akan memiliki kesterilan piranti. “Alat”-nya tidak mungkin digunakan untuk banyak orang. Alat itu hanya digunakan satu orang. Maka, alat itu selalu terjaga kesehatannya. Maka, pernikahan akan melahirkan seks sehat. Selagi masih bernafas, ia masih bisa digunakan kok. Hahahaa……!!!!

Sambung Keturunan

Orang lajang alias bujang harus berpikir jernih. Apakah Anda akan selalu sehat? Anda perlu tahu bahwa penyakit dapat dating kapan saja, di mana saja, dan bagaimana pun caranya. Ketika penyakit itu dating dan Anda perlu dirawat, siapakah orang yang akan merawat Anda? Apakah Anda hanya akan mengandalkan perawat atau dokter rumah sakit? Nah, coba hitung ongkos yang harus Anda keluarkan!

Pernikahan akan memiliki pasangan dan anak. Jika kita sakit, pasangan kita dapat merawatnya. Selain itu, pernikahan juga akan melahirkan generasi alias anak. Jika kita pandai mendidik anak-anak, mereka akan menjadi anak yang saleh. Salah satu tugas anak yang saleh adalah berbakti kepada orang tuanya. Dan merawat orang tua adalah dambaan anak agar dapat disebut anak saleh.

Menumpuk Kekayaan

Ketika saya kuliah, saya sudah bekerja. Saya sudah memiliki penghasilan lebih dari cukup. Namun, saya hanya memiliki satu kasur, satu computer, satu televise, satu kamar kos, dan satu motor. Kemana saya habiskan uangku? Ternyata semua uangku habis digunakan untuk jajan dan bersenang-senang.

Pada 4 Maret 1999, saya menikahi seorang gadis. Darinya, kini saya sudah memiliki beragam kekayaan: 3 anak lelaki, 4 rumah (satu di antaranya minimarket berlantai 2), 6 bidang tanah (satu di antaranya berbentuk hutan jati), 1 mobil, 2 motor, 2 laptop, dan 4 onthel. Meskipun hanya berprofesi sebagai guru, ternyata semua itu berasal dari keberkahan pernikahan. Coba saya tak menikah, mungkin saya masih menjadi kontraktor alias berpindah-pindah ngontrak. Hahaha….!!!

Jadi, apakah Anda tetap berpikir bahwa lajang alias bujang akan membahagiakan? Sebaiknya Anda segera menikah. Tak perlu malu meskipun Anda sudah berusia lanjut. Cobalah Anda berpikir jernih seraya menerawang kehidupan “nanti”. Siapakah orang yang akan menemanimu di kala sakit? Setidak-tidaknya, pasangan sejati akan menjadi pelengkap hidup selagi ia adalah suami atau istrimu! Ayo, buruan menikah!

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun