Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Gratis Memang Benar-benar Sebatas Mimpi

24 Januari 2012   01:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:31 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_165807" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS/Ferganata Indra Riatmoko)"][/caption]

Konon, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah lembaga yang mendapatkan alokasi atau jatah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbesar. Sekitar 20% APBN dialokasikan bagi peningkatan mutu pendidikan. Namun, sepertinya alokasi uang sebesar Rp 200.000.000.000.000 akan berakhir sia-sia. Banyak hal yang menjadi penyebab akan terjadinya kesia-siaan anggaran itu. Sungguh kondisi itu teramat disayangkan. Usai mengantar ananda ke sekolahnya, saya membaca koran lokal sejenak. Setelah membuka-buka halaman, tiba-tiba saya terbelalak oleh sebuah judul berita. Saya pun bergegas membaca berita itu. Akhirnya saya berkesimpulan bahwa terdapat sebuah sekolah yang menarik pungutan Rp 450.000 per anak dan harus dilunasi 3 kali angsuran. Sekolah berdalih bahwa uang itu akan digunakan untuk peningkatan mutu sekolah dan sudah disetujui oleh komite sekolah. Sebuah berita basi dan terlalu klise untuk dipikirkan. Berkali-kali saya menuliskan kejadian demi kejadian. Sebagai guru yang telah bekerja sekitar 12 tahun, tentunya saya dapat mendeteksi keberagaman jenis pungutan yang diatasnamakan sumbangan sukarela. Lucunya, beragam jenis sumbangan itu konon sudah disetujui oleh komite sekolah. Lalu, apa fungsi komite sekolah itu sehingga begitu mudah menyetujui beragam pungutan? Seharusnya komite sekolah menjadi pembela orang tua siswa. Terlebih, pemerintah sudah memberikan batasan dan juga anggaran yang memadai bagi operasional sekolah melalui BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Mungkin Anda belum memercayai kondisi itu. Baiklah, saya akan menyebutkan jenis-jenis pungutan yang sering dibebankan kepada orang tua murid. Seragam Sekolah dan Seragam Lainnya Pada awal tahun pembelajaran, sekolah sering mewajibkan setiap orang tua anak untuk membeli seragam. Setidak-tidaknya yang saya ketahui terdapat empat jenis seragam: tiga jenis seragam pakaian dan satu seragam olahraga. Itu belum termasuk seragam untuk praktik dan keperluan khusus. Dan pungutan itu teramat memberatkan orang tua karena biasanya memiliki nominal yang teramat fantastis! Buku dan LKS Ketika anak-anak sudah duduk di bangku sekolah, biasanya guru langsung memberikan buku pelajaran, buku tulis, dan LKS. Guru berdalin bahwa buku perpustakaan belum memadai untuk digunakan anak sehingga orang tua diminta untuk membeli buku-buku tersebut. Agar terkesan halus, biasanya sekolah mengatasnamakan koperasi sekolah. Namun, lagi-lagi anak diwajibkan memilikinya tanpa memertimbangkan aspek kemampuan ekonomi orang tuanya. Uang Gedung atau Pengembangan Mutu Sekolah Penarikan uang gedung memang sudah dilarang pemerintah. Namun, sekolah biasanya mencari celah guna memuluskan rencananya. Oleh karena itu, sekolah biasanya menggunakan berbagai dalih untuk mewujudkan beragam jenis pungutan. Salah satu jenis alasan yang digunakan adalah pengembangan mutu sekolah. Pihak sekolah berdalih bahwa sekolah memerlukan sarana-prasarana untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah pun meminta pihak komite untuk menyetujui rencana itu. Maka, dibuat dan dikirimlah surat kepada orang tua murid. Pada intinya, sekolah ingin membangun ruang kelas, membeli peralatan laboratorium, atau melakukan perawatan. Lagi-lagi, orang tua murid tidak berdaya dengan pungutan itu! Uang Piknik Setiap tahun, sekolah mengadakan studi wisata. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan anak didik dengan dunia luar. Sebenarnya, kegiatan ini bertujuan baik. Namun, sekolah sering memilih objek wisata yang sangat jauh agar sekolah dapat menarik biaya yang cukup mahal dari orang tua siswa. Saya menduga bahwa terjadi "permainan" di baliknya. Mungkin terjadi bisnis dengan pihak biro pariwisata dan atau kongkalingkong dengan pihak sekolah. Lagi-lagi, orang tua murid menjadi sapi perah karena dianggap memiliki uang untuk membayar kegiatan tersebut. Uang Rapot dan atau Kelulusan Setiap pengambilan rapot pada akhir semester dan atau tahun pelajaran, sekolah sering meminta iuran (tidak) sukarela kepada orang tua siswa. Pungutan ini lebih terlihat pada kegiatan perpisahan atau kelulusan kelas VI atau IX. Besarannya bervariasi. Sekolah berdalih bahwa partisipasi orang tua sangat diperlukan demi kemajuan sekolah. Jelas orang tua tidak berdaya dengan pungutan itu karena anaknya terancam tidak mendapatkan rapot atau ijazah guna melanjutkan pendidikannya. Lagi-lagi pungutan menjadi hantu bagi orang tua murid. Tentunya jenis pungutan mungkin masih ada selain lima yang saya sebutkan di atas. Setiap sekolah memiliki jenis pungutan lain karena memang sekolah pintar untuk menyiasati kebijakan. Nah, tentunya Pak Mendikbud mesti menjawab pertanyaanku, "Apakah kebijakan Bapak Mendikbud tentang sekolah gratis dapat berlaku efektif?" Jika diminta tanggapan atas pertanyaan itu, saya akan menjawab, "Saya tidak percaya." Boro-boro gratis pendidikan 12 tahun, mendapatkan keringanan saja sudah terasa sulit. Bagaimana dengan Anda? Teriring salam, Johan Wahyudi Sumber gambar: Sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun