Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hikmah Menjaga Kesantunan Tulisan

26 September 2011   08:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hikmah atau pelajaran akan didapatkan ketika kita melakukan sesuatu. Namun, hikmah itu akan didapat jika kita dapat menangkap makna tersirat dan tersurat di dalamnya. Kadang pelajaran itu berasal dari peristiwa negatif. Namun, seringpula pelajaran itu berasal dari peristiwa positif. Dan saya mendapatkan kedua-duanya siang ini. Keduanya berasal dari peristiwa yang sama: hikmah menulis yang santun.

Sebagai guru, tentunya saya mesti dapat dijadikan teladan bagi anak didikku. Mereka mesti mendapatkan nilai positif atas diri gurunya. Untuk semua itu, saya selalu memberikan pengetahuan dan didikan seraya menunjukkan karya nyata. Atas kebiasaan yang demikian, saya sering mendapatkan SMS dan masukan berharga lain dari para siswa dan mantan siswaku. Betapa saya berbahagia mendapatkan kabar demikian.

Beberapa waktu silam, saya pernah mengirimkan lamaran kepada sebuah lembaga pendidikan tinggi negeri. Saya mengajukan diri sebagai Dosen Tidak Tetap (DTT) di sana. Saya merasa bahwa saya memiliki kecakapan sebagai dosen. Kecakapan yang kadang jarang dimiliki banyak orang. Tak lain adalah menulis. Ya, saya merasa memiliki kecakapan menulis beragam jenis tulisan: artikel, esai, buku, jurnal, dan penelitian.

Selain itu, saya pun kadang menulis tentang kondisi sekolahan ananda. Sebagai sekolah yang relatif baru, saya perlu memberikan kontribusi pemikiran dan sedikit rezeki kepada sekolah tersebut. Saya memberikan beberapa masukan kepada pimpinan sekolah. Pemikiran-pemikiran itu sering berbentuk tulisan tentang sekolah ananda. Beragam usulan pun diterima dengan sangat baik olehnya. Dan tentu saja saya merasa gembira karena usulanku diterima.

Ketika menulis sesuatu, saya hanya bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan. Tidak tebersit sedikitpun untuk menyakiti, memprovokasi, mendzalimi, melecehkan, dan atau merendahkan pihak lain. Saya hanya menorehkan tulisan semata sebatas pengetahuan dan tidak bertendensi selain berbagi. Oleh karena itu pula, saya berusaha menjaga karakteristik tulisan. Saya berusaha menjaga selingkungan bahasa dan jenis tulisan.

Berdasarkan kebiasaan inilah, saya mendapatkan hikmah yang luar biasa. Hari ini saya mendapatkan dua pemberitahuan berbeda. Sebuah pemberitahuan pertama berasal dari perguruan tinggi negeri di Solo. Ternyata, lamaranku untuk menjadi DTT diterima perguruan tinggi negeri tersebut. Besok pagi saya diminta untuk mengikuti rapat pembagian tugas mengajar. Pemberitahuan kedua berasal dari sekolah ananda. Saya diundang ke sekolah ananda untuk mengikuti rapat pembentukan komite sekolah. Ketika saya merenungkan keduanya, saya berkesimpulan bahwa semua berasal dari keterjagaan kesantunan tulisan.

Sebelum kedua informasi tersebut, sebenarnya saya sering mendapatkan banyak penawaran. Saya sering mendapat tawaran untuk menyunting naskah. Kadang saya diminta untuk menulis naskah buku dalam waktu tertentu. Namun, menyunting dan menulis naskah buku tentu berbeda kelihaian yang dibutuhkan. Jika menyunting dan menulis naskah buku memerlukan penguasaan etika berbahasa, menjadi DTT dan anggota komite sekolah memerlukan profesionalisme tingkat tinggi. Atas semua itu, saya mesti rajin belajar tentang profesionalisme sebagai DTT dan anggota komite sekolah.

Begitulah kisahku siang ini. Berulang-ulang saya mengajak diri dan pembaca yang berkenan. Marilah kita berusaha menjaga kesantunan tulisan. Marilah kita menaati rambu-rambu dan atau aturan berkompasiana. Sungguh semua akan berpulang kepada kita. Jika kita menanam padi, insya Allah kita akan menanam padi. Namun, janganlah kita berharap memanen padi jika kita menanam rumput. Kebaikan pastilah akan berbuah kebaikan meski kita mesti bersabar menantikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun