Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Catatan Ringan bagi (Calon) Mendiknas Baru

24 September 2011   08:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:40 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_137039" align="aligncenter" width="680" caption="Sekolah miskin ini dapat melahirkan peserta didik yang pintar tetapi sulit melakukannya."][/caption]

Isu reshuffle kabinet IB 2 terus bergulir. Kompas cetak hari (Sabtu, 24 September 2011) tidak ketinggalan menurunkan berita serupa. Dinyatakan koran tersebut bahwa rencana presiden untuk melakukan reshuffle kabinet hendaknya diletakkan dalam kepentingan yang lebih besar, yakni menyelamatkan Indonesia, dan bukan untuk kepentingan sesaat partai politik memersiapkan Pemilihan Umum 2014. Sebagai pendidik, saya tentu berharap agar terjadi perubahan positif pula di dunia pendidikan. Saya berpendapat bahwa cukup banyak pekerjaan rumah yang kian menumpuk akibat kurang tertatanya sistem pendidikan. Oleh karena itu, saya akan mencoba menuliskan beberapa catatan ringan seputar dunia pendidikan. Catatan 1: Program Sekolah Standar Nasional dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Menurutku, program SSN dan RSBI benar-benar menjadi masalah yang luar biasa. Terjadi kesenjangan perhatian. Saya melihat bahwa pemerintah lebih memusatkan perhatian kepada RSBI daripada SSN. Banyak kejanggalan atau tanda tanya perihal program RSBI. Pertama, besarnya subsidi bagi RSBI yang mencapai Rp 500 juta setiap tahunnya. Luar biasa. Bandingkan dengan subsidi bagi SSN yang hanya Rp 100 juta untuk tahun pertama, Rp 75 juta tahun kedua, dan Rp 50 juta tahun ketiga. Setelah itu, sekolah tersebut mesti mandiri. Kedua, RSBI menciptakan semacam kastanisasi dunia pendidikan. Muncul eksklusivitas dunia pendidikan di mana RSBI merasa lebih tinggi daripada SSN. Hal ini tentu lucu dan memancingku untuk tertawa. Mengapa? RSBI dengan jargon "internasional" kok mengikuti Ujian Nasional. Seharusnya RSBI mengikuti uji kompetensi kurikulum internasional (jika ada). Bahkan, saya jarang membaca atau mengetahui prestasi yang diraih RSBI. Di daerahku, prestasi tinggi justru sering diraih SSN. Catatan 2: Program Ujian Nasional Saya tidak menolak penyelenggaraan UN. Namun, saya berpendapat bahwa UN tidak boleh menjadi piranti ukur atau penilaian (assessment) kelulusan. Sedemikian banyak anak tidak lulus dan kurang mendapatkan perhatian. Bahkan, penyelenggaraan UN pun masih karut-marut, baik prosesnya maupun teknisnya. Proses UN diduga diwarnai dengan kecurangan-kecurangan. Secara teknis pun, seharusnya siswa SD dan SMP tidak mengikuti UN karena mereka termasuk siswa pada jenjang pendidikan dasar. Saat ini, UN diikuti siswa SD hingga SMA/ SMK. Meskipun tingkat SD disebut Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN), toh pelaksanaannya tetap menakutkan siswa dan guru. Apakah penyelenggaraan UASBN yang menakutkan, gurunya ketakutan siswa lulus, atau memang sistem pendidikan yang perlu diubah? Catatan 3: Sertifikasi Guru dan Dosen Beragam kasus muncul dari catatan ini. Penyelenggaraan sertifikasi diduga sarat manipulasi data yang dilakukan peserta sertifikasi. Konon ada peserta lolos sertifikasi guru dengan memalsu sertifikasi atau piagam tertentu yang dapat mendongkrak nilai portofolio. Bahkan, koran lokal di Solo pun hari ini memberitakan kasus yang agak mirip. Diduga oknum pejabat pendidikan di sebuah kabupaten memperjualbelikan kuota sertifikasi guru. Tidak hanya itu. Kompas hari ini pun memberitakan bahwa instrumen penilaian bagi guru tersertifikasi baru akan dimulai 2012. Saya sering melihat, memerhatikan, dan mencatat oknum-oknum guru tersertifikasi yang berkinerja rendah. Belum lagi peruntukan tunjangan profesi yang tidak digunakan untuk meningkatkan kompetensinya sebagai pendidik. Catatan 4: Overload-nya PNS Guru Saya pun sering mendengar bahkan membuktikan bahwa betapa banyaknya guru PNS yang menumpuk di satu sekolah. Satu sekolah dengan jumlah kelas yang terbatas tetapi memiliki jumlah PNS Guru yang begitu banyak. Tentunya itu adalah situasi yang tidak efisien. Pekerjaan dapat dilakukan seorang guru, tetapi justru dikeroyok 3-5 guru. Saya heran dan terheran-heran, bagaimana pemerintah melakukan rekrutmen PNS Guru? apakah berdasarkan analisis kebutuhan atau sekadar menuruti "nafsu" kepala daerah? Yang jelas, saya memandang bahwa situasi ini mesti segera diatasi. Pengangkatan CPNS Guru mesti berdasarkan profesionalitas dan akuntabilitas melalui tes yang benar-benar transparan. Jangan sampai daerah dan bangsaku bangkrut karena menggaji PNS Guru yang tidak bekerja secara maksimal. Catatan 5: Karier Guru Dahulu, saya sempat membaca tulisan bahwa Kemendiknas akan melaksanakan rekrutmen pejabat-pejabat dunia pendidikan, semisal kepala sekolah, pengawas, kepala dinas, dan pejabat-pejabat Kementerian Pendidikan Nasional secara transparan dan akuntabel.  Diharapkan kebijakan itu dapat melahirkan tenaga kependidikan yang benar-benar qualified sehingga dapat memerbaiki kualitas pendidikan nasional. Namun, saya belum melihat realisasi itu hingga sekarang. Justru saat ini saya melihat bahwa dunia pendidikan diduduki oleh orang-orang yang berasal dari luar dunia pendidikan. Maka itu berakibat kepada kualitas output dunia pendidikan. Konsep-konsep yang dihasilkan kurang aplikatif dan sering membingungkan pelaksana pendidikan, seperti Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang hingga kini tak tahu nasibnya. Sekolah masih menggunakan buku kertas karena pemerintah belum menyediakan piranti sebagai pelengkap penggunaan BSE. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, saya berpikir dan merasa perlu diadakannya suasana baru di Kementerian Pendidikan Nasional. Saya merasa bahwa kelima catatan itu dapat digunakan sebagai gambaran agar terjadi perubahan positif di dunia pendidikan. Tentunya pengguna catatan ini, saya berharap, adalah pemilik hak prerogatif. Tak lain dan tak bukan adalah presiden. Apakah itu akan digunakan? Gambar: kompasiana.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun