Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ini [Bukan] Guru Kita: Tekstual

20 Desember 2011   01:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberhasilan pembelajaran ditentukan banyak factor, seperti sarana prasarana, lingkungan, daya dukung, partisipasi masyarakat, dan kompetensi guru. Sarana prasarana menjadi penting karena pembelajaran tentu memerlukan ketersediaan beragam fasilitas, seperti buku, laboratorium, alat peraga dan lain-lan. Ketersediaan sarana prasarana akan membantu tercapainya tujuan pembelajaran.

Lingkungan pun turut mendukung keberhasilan pembelajaran. Lingkungan sekolah yang kondusif tentu akan menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif pula. Oleh karena itu, pengelola sekolah (baca: kepala sekolah) mesti berusaha untuk menjadikan sekolah sebagai "rumah kedua" bagi murid-muridnya. Para murid mesti dikondisikan agar mereka kerasan atau betah berlama-lama di sekolah karena lingkungan yang baik tersebut.

Pembelajaran akan mudah tercapai jika daya dukung juga dimiliki sekolah. Daya dukung itu meliputi ketersediaan tenaga kependidikan atau tata usaha yang mumpuni. Selain itu, laboran juga memegang peran yang teramat penting. Laboran bukanlah guru mata pelajaran karena tugas dan fungsinya memang berbeda. Selanjutnya, pustakawan pun mesti tersedia sehingga kebutuhan buku dapat tercukupi.

Partisipasi masyarakat juga teramat penting perannya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Masyakarat perlu menyadari bahwa kemajuan sekolah sangat dipengaruhi oleh kesadaran orang tua murid. Anak hanya belajar selama sekitar 5-7 jam di sekolah. Oleh karena itu, orang tua mesti berusaha agar memberikan bimbingan kepada anaknya setelah mereka tidak lagi berada di sekolah. Jika orang tua sudah berpikir demikian, tentunya mereka tidak akan menyalahkan sekolah ketika mendapati anak-anaknya sering tawuran. Sekolah tentu sudah mendidik dan membimbing mereka agar menjaga kerukunan. Namun, anak-anak itu sering membolos dan juga orang tua kurang memedulikannya.

Kompetensi guru menjadi factor terpenting untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Guru mesti bersikap professional dengan melaksanakan tupoksinya secara baik dan bertanggung jawab. Namun, guru sering tidak menyadari hal itu sehingga berakibat terhadap stagnannya kualitas pembelajaran. Satu hal utama yang menjadi penyebab kondisi itu adalah pembelajaran yang dilakukan guru bersifat tekstual. Ya, pembelajaran tekstual.

Saya sering menemukan oknum guru yang melakukan pembelajaran secara tekstual. Guru hanya berdiri di depan kelas. Selanjutnya, guru memegang buku dan membacakannya. Tidak terjadi interaksi atau komunikasi antara guru dengan murid. Jelas kondisi itu berakibat pada kondisi kelas yang sangat tidak kondusif. Murid menjadi ramai, bermain, berbincang dan beragam kegiatan nonpembelajaran lainnya.

Kondisi di atas terjadi karena guru hanya terfokus kepada buku. Guru hanya membelajarkan isi buku dan tidak mengadakan komunikasi dengan para murid. Guru tidak menegur para murid yang bermain atau membuat gaduh. Pada kondisi yang demikian, guru tak lagi berwibawa dan tidak memiliki kewibawaan lagi. Maka, para murid pun tidak mengacuhkannya meskipun suara guru itu terdengar cukup keras.

Untuk mengatasi kondisi yang demikian, semestinya guru menyadari bahwa para murid adalah makhluk bernyawa. Mereka memiliki keinginan untuk dimanusiakan. Salah satu bentuk memanusiakan mereka adalah memberikan perhatian. Anak gaduh tentu berkeinginan untuk diperhatikan. Anak gaduh karena tidak diminta diam. Anak gaduh karena tidak diberi tugas untuk membaca karena gurunya sudah membacakannya. Jelas menjadi pendengar itu lebih sulit daripada menjadi pembaca.

Guru mesti berupaya dengan mengubah sikap buruknya. Jika anak sudah berkemampuan membaca dengan baik, semestinya guru berusaha memberikan kesempatan kepadanya. Jika murid belum memiliki kemampuan membaca dengan baik, semestinya guru melakukan pembimbingan kepadanya. Jika guru ingin diperhatikan, tentunya guru pun harus memerhatikan perilaku murid-muridnya. Dan itu dapat terjadi jika pembelajaran dilakukan secara kontekstual dan tidak lagi berbentuk tekstual. Indahnya jika itu terwujud!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun