Tentunya kita sependapat bahwa semua orang pasti memiliki tujuan hidup atau cita-cita. Tujuan akan mengarahkan kita sehingga dapat berjalan lurus. Demi mencapai tujuan itu, kita pun menyiapkan perangkat dan atau piranti agar termudahkan olehnya. Namun, tujuan akan sulit dicapai jika kita tidak memiliki persiapan. Kondisi itu pun berlaku bagi guru, pendidik, pengajar, atau dosen. Semua profesi yang berorientasi membelajarkan sesuatu kepada orang lain.
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemajuan dunia pendidikan. Tentunya itu disebabkan fungsi pendidikan. Pendidikan berfungsi untuk mengubah perilaku manusia: mengubah tidak tahu menjadi pintar, mengubah awam menjadi paham, mengubah norak menjadi santun. Pada kondisi seperti itulah, guru menjadi sosok yang layak diperhatikan. Dan jika memerhatikan guru, perhatikanlah kebiasaan mengajarnya.
Sering saya berdiskusi dengan banyak kawan yang berprofesi sebagai pengajar (guru, dosen, widyaiswara, tutor). Pada diskusi itu, terkuaklah kebiasaan yang sama. Tak lain adalah kebiasaan buruk, yaitu mengajar tanpa persiapan. Mereka – oknum guru – masuk kelas begitu saja. Ketika sudah berada di kelas, mereka pun langsung memulai pembelajaran tanpa memerhatikan persiapan. Lalu, persiapan apa sajakah yang harus dilakukan guru?
Sebagaimana tercantum dalam tupoksi (tugas pokok dan fungsi) guru, bahwa seorang guru memiliki lima tugas pokok. Kelimanya adalah menyusun perangkat pembelajaran, mempresentasikan perangkat pembelajaran, melaksanakan evaluasi, melakukan remidi, dan mengadakan pengayaan. Lima tupoksi itu seharusnya sudah dikuasai dengan baik oleh guru yang baik. Namun, rerata penguasaan itu sebatas menjadi pemahaman dan belum dipraktikkan.
Banyak oknum guru tidak menggunakan perangkat mengajar ketika berada di kelas. Ibarat bepergian tanpa membawa kompas, tentunya ia akan kebingungan karena tidak mengetahui arah mata angin. Ia hanya berjalan mengikuti keinginan sehingga mustahil mencapai tujuan. Dan kondisi itu teramat berbahaya jika dilakukan guru. Mengapa?
Jelas karena guru berhadapan dengan murid. Setiap murid berhak mendapatkan pengajaran sebagaimana tertuang dalam kurikulum pendidikan yang di dalamnya memuat standar isi. Para murid berhak mendapatkan standar isi itu secara penuh. Agar standar isi itu tersampaikan dengan baik, guru semestinya menyampaikannya pun dengan baik. Dan standar isi itu tidak tersampaikan dengan baik karena gurunya tidak memersiapkannya dengan baik. Jika sudah terkondisi demikian, sebaiknya kita tidak perlu berharap bahwa keadaan akan berubah menjadi lebih baik.
Oknum guru sering mengajar para murid tanpa melakukan persiapan dengan matang. Guru itu hanya berdiri di depan kelas, lalu berbicara sekadarnya. Selanjutnya, guru itu meminta semua murid agar membuka buku. Setelah itu, guru meminta para murid mengerjakan latihan atau soal yang tersedia. Guru tidak melaksanakan pembelajaran dan atau pembimbingan kepada murid dengan baik.
Atas kondisi itu, marilah kita melihat dampaknya. Bandingkanlah mutu pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Pada zaman dahulu, guru mengajar para murid dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Para guru itu berusaha mendidik para murid seperti mendidik anak kandungnya. Perhatikanlah media dan atau sarana-prasarana yang tersedia. Semua teramat serbaterbatas.
Nyaris semua buku adalah buku-buku lama. Meja dan kursi sangat sederhana. Papan tulis terbuat dari kayu. Kapur adalah alat tulisnya. Buku tulis para murid terbuat dari kertas merang. Meskipun serbaterbatas, lihatlah generasi yang dihasilkan. Banyak mantan muridnya menjadi “orang” sukses. Pembelajaran itu berhasil karena gurunya benar-benar memersiapkan diri.
Sekarang, bandingkanlah dengan kondisi dunia pendidikan saat ini. Banyak sekolah bagus terbangun. Setiap semester atau tahun buku murid diganti. Meja dan kursi terbuat dari kayu “pilihan”. Sekolah memiliki fasilitas hot spot atau ruang media yang representative. Namun, hasilnya terkesan belum sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Mengapa itu dapat terjadi? Menurutku, tak lain adalah motivasi guru mengajar yang telah bergeser. Guru mengajar murid tanpa melakukan persiapan layaknya mengajak anak untuk menempuh perjalanan jauh. Kasihan sekali si anak yang tidak mengetahui tujuan sang oknum guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H