Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Malas Belajar (Sebaiknya) Tidak Boleh Mengajar

13 Desember 2011   07:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:23 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_155843" align="aligncenter" width="640" caption="Jika anak didik disuruh belajar, semestinya gurunya pun gemar belajar."][/caption]

Beberapa waktu lalu, saya membaca berita yang dimuat media nasional. Seorang pakar pendidikan, Prof. Komaruddin Hidayat, mengatakan bahwa guru yang malas belajar sebaiknya tidak boleh mengajar. Pernyataan itu sungguh teramat dalam maknanya jika kita berusaha memaknainya. Pernyataan itu seharusnya menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita, khususnya yang berkecimpung di dunia pendidikan. Dan terinspirasi pernyataan itulah, saya menuliskan ini. Dunia pendidikan kita memang memerlukan revolusi moral dan mental. Menurutku, kondisi pendidikan kita memang benar-benar memilukan hati. Di sana-sini, saya sering memerhatikan kondisi yang tak jauh berbeda. Sama-sama berjalan stagnan alias jalan di tempat. Sungguh upaya pemerintah akan tersia-siakan jika kita bersikap masa bodoh. Ketika bertemu dengan rekan sejawat, saya berusaha untuk berbagi pengalaman. Setidak-tidaknya, saya pernah berkelana ke nusantara untuk berbagi pengalaman. Namun, ajakan itu seakan tidak mendapat tanggapan dari rekan-rekan. Mereka hanya berujar, "Wah, saya sibuk. Wah, saya banyak pekerjaan. Wah, saya sudah menjadi guru professional. Wah, saya sudah menjadi kepala sekolah. Wah, saya sudah naik pangkat. Dengan begini saja, saya sudah mendapatkan impian saya. Mengapa saya mesti belajar lagi?" Itulah ujaran atau ucapan-ucapan yang sempat saya rekam. Para pendidik sudah lupa bahwa zaman sudah berubah. Anak didik sudah mahir untuk mencari pengetahuan meskipun anak didik tidak berada di sekolah. Anak didik sudah mahir mendebat gurunya jika mereka menemukan kejanggalan pada saat pembelajaran. Dan pada saat seperti itulah, kehormatan dan harga diri dipertaruhkan. Semestinya guru terus membangun dirinya agar selalu gemar belajar. Guru sering menasihati anak didik agar belajar sejak ayunan hingga liang lahat. Guru sering memberikan pembinaan kepada anak didik agar bersikap disiplin. Namun, mengapa guru justru enggan belajar lagi? Mengapa guru sudah merasa puas dengan perolehannya saat ini? Mengapa guru tidak merasa malu kepada anak didik karena tidak bersikap konsisten atas ucapannya? Sungguh sikap guru yang tak layak ditiru. Mencari ilmu itu ibarat minum air laut. Tak pernah merasakan puas. Justru pencari ilmu itu digoda dengan ketidaktahuan baru. Imu itu seakan semakin tersembunyi dan bersembunyi sehingga pencari ilmu mesti melakukan eksplorasi. Di situlah letak ilmu: takkan bertepi! Maka, saya teramat setuju dengan pendapat Prof. Komaruddin. Saya sepakat bahwa guru sebaiknya dilarang mengajar jika tidak bersedia belajar. Guru semestinya bersikap konsisten terhadap ucapannya. Jika guru sering menyuruh anak didik agar membaca buku, tentunya guru harus menjadi pembaca buku yang baik. Jika guru sering menyuruh anak didik agar tekun belajar, seharusnya guru pun menjadi pembelajar. Antara ucapan dan perbuatan terjadi kesamaan. Berhari-hari ini, saya mendapati situasi yang dilematis. Pada satu sisi, saya mesti mengajak rekan-rekan untuk gemar belajar agar mutu pendidikan tertingkatkan. Saya dituntut oleh "pesan" yang diberikan kepadaku agar terus mengajak rekan-rekannya guna terbangkitkan semangat belajar. Namun, kadang saya merasakan keputusasaan karena gayung yang tak pernah bersambut. Satu-satunya motivasi yang ada hanyalah panggilan jiwa. Saya akan terus mengajak diri dan rekan-rekan dengan contoh sebisa yang bisa saya lakukan. Entah ajakan itu diterima entah ditolak, yang penting saya sudah mengajak rekan-rekan. Semoga ajakan itu diterima meskipun hanya sedikit yang berkenan menerima. Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun