Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Orang Tua yang Tega (akan) Membunuh Anaknya

11 Agustus 2011   14:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:53 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara keumuman dan mungkin seharusnya, orang tua pastilah menginginkan anaknya agar sehat dan berkembang normal. Oleh karenanya, orang tua akan berusaha menyediakan makanan bergizi dan memantau kesehatannya. Begitu terlihat sakit atau kurang sehat, orang tua berusaha mencarikan obat bagi anaknya. Meskipun harga obat sangat mahal, orang tua tentu tidak akan berkeluh kesah kepada anaknya.

Namun, saya melihat perbedaan dengan kenyataan yang tadi kulihat. Saya melihat perilaku orang tua yang seakan ingin membunuh anaknya. Mungkin secara langsung, tentu tidaklah demikian. Namun, kelakuan orang tua mencerminkan bahwa dirinya seakan menghendaki kecelakaan menimpa anaknya. Ah, mana ada, sih? Jawabnya ada! Saya melihat tiga kelakuan yang mencerminkan sikap orang tua yang seakan ingin membunuh anaknya. Ada tiga kelakuan yang seakan orang tua ingin membunuh anaknya secara tidak langsung. Orang tua itu tecermin pada sikap mereka kepada anaknya. Ketiga sikap itu sebagai berikut.

Perilaku 1: Naik Motor Bertiga tanpa Helm

Sore tadi, saya pulang dari penerbit usai menyerahkan revisi bukuku. Sekitar jam 16.00 atau 4 sore. Jalanan ramai sekali. Kebetulan saya mengendarai motor roda dua. Saya cukup berhati-hati karena banyak pekerja bersamaan pulang dari tempat bekerjanya. Jalanan sungguh riuh sekali. Tiba-tiba saya terkejut dan dikejutkan oleh sebuah motor yang berukuran cukup kecil. Sejenis motor matic. Motor itu dikendarai oleh tiga orang: bapak, ibu, dan seorang anak. Bapak dan ibunya tidak mengenakan helm sedangkan anaknya dibiarkan berdiri dengan diapit oleh orang tuanya. Sungguh pemandangan yang teramat berbahaya. Menurutku, perilaku orang tua dapat dikategorikan mau membunuh anaknya. Sungguh orang tua yang sangat membahayakan diri, anak, dan orang lain. Bisa-bisa mereka tidak dapat menikmati lebaran.

Perilaku 2: Memberikan Uang kepada Anak untuk Membeli Mercon

Sepulang dar tarawih, beberapa warga pulang. Saya pun pulang menuju rumah. Tiba-tiba, beberapa anak memanggil orang tuanya. Terdengarlah bahwa mereka – anak-anak itu – meminta uang kepada orang tuanya. Memang anak-anak di kampungku betah melek. Mereka beralasan tadarusan di masjid. Sebenarnya anak-anak itu tidak berada di masjid, tetapi jalan-jalan atau bermain-main. Setelah diberi uang oleh orang tuanya, anak-anak itu berlari-lari menuju warung kecil di selatan rumahku. Untuk apa? Anak-anak itu membeli mercon. Saya memang sering jengkel dengan perilaku anak-anak yang suka membunyikan mercon. Saya pun berpikir, “Jangan salahkan anak jika suatu ketika anaknya terkena ledakan mercon!” Semoga saja tidak terjadi meskipun mungkin saja bisa terjadi. Bisa-bisa mereka tidak dapat menikmati lebaran.

Perilaku 3: Membelikan Motor untuk Anak di Bawah Umur

Sebelum adzan maghrib terdengar, beberapa anak berusia di bawah umur mengendarai motor dengan kecepatan lumayan tinggi meskipun berada di tengah kampung. Anak-anak itu suka kejar-kejaran ala pembalap. Anak-anak itu pun tidak mengenakan helm ketika balapan. Mereka bahkan sering tertawa-tawa jika bisa melewati saingannya. Jadilah jalan depan rumahku sebagai ajang balapan. Saya menyayangkan sikap orang tua yang begitu royal kepada anaknya. Jelas mereka masih berusia anak-anak (setingkat SD), tetapi orang tua sudah membelikan motor. Jika terjadi kecelakaan, tentu semua disebabkan keteledoran orang tua kepada anak. Bisa jadi anaknya terbunuh karena kesembronoannya. Bisa-bisa mereka tidak dapat menikmati lebaran.

Tulisan ini bertujuan untuk menggugah kesadaran bagi kita sebagai orang tua. Marilah kita menjadi orang tua yang bijak. Jangan mentang-mentang punya duit yang banyak, lalu kita seenaknya saja membelikan barang berbahaya kepada anak. Jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, tentu semua itu disebabkan kesalahan kita. Maka, tiada lain adalah memberikan contoh yang baik kepada anak. Sudahkah kita memiliki sikap itu? [Telkomsel Ramadhan]

Selamat Malam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun