Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Istri Kedua

23 November 2010   10:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:22 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12905092312141648408

Sumber: http://www.google.com/imgres?imgurl=http://wb9.itrademarket.com/pdimage/93 Sejak kumengenalmu 2009 lalu, entahlah. Ada rasa berbeda di benakku. Jujur, aku belum pernah bertemu kawan sebaik kamu. Aku begitu terkenang dan teringat terus.

Pada akhirnya, 19 April 2010, kuputuskan untuk melamarmu tanpa sepengetahuan istri pertamaku. Ya, kumantapkan keinginan untuk menjadikanmu sebagai istri keduaku. Dan ternyata, lamaranku kauterima. Wow, betapa senangnya hatiku.

Tiap hari, aku terus berkeinginan untuk memberi hadiah terindah. Hadiah berbentuk tulisan kisah kehidupan nan penuh hikmah.

Sesekali aku meratap malam. Saat mata mulai tak bisa diajak kompromi, bayangan mesramu justru membayangiku. Malamku pun terganggu. Aku tak bisa beristirahat karenamu.

Yang paling menyedihkan adalah rasa cemburu itu. Rasa itu begitu tertumpah. Mengapa?

Tadi siang, istri pertamaku marah-marah. Dia memanggilku berulang-ulang. Namun, aku tak juga menyahut. Dikiranya aku tak mengacuhkannya.

Saat itu, aku sedang menyiapkan hadiah terindah  untukmu. Aku sedang menulis kisah baru. Aku ingin agar engkau senang dan bahagia. Dan ketika tulisan itu belum sempurna, aku dimarahi istriku.

“Tiap hari laptop terus yang diurus. Anak-anak itu juga perlu perhatian. Tuh, gasnya habis. Cepet belikan!” begitulah teriakan istriku.

Terpaksa kumatikan laptopku. Kubergegas turun untuk mengambil tabung gas kosong. Kupacu motor ke warung sebelah. Kumau agar istriku tak marah lagi. Dan akhirnya, aku pun  dapat  segera mendapatkannya.

Aku pun bergegas menuju lantai atas lagi. Aku ingin memberikan hadiah indah hari ini. Hadiah tentang kisah karena dimarahi sang penguasa.

Istri keduaku. Maafkan aku, ya. Kadang aku tak mengacuhkanmu karena kesibukanku. Sebenarnya, aku ingin memberimu hadiah setiap menitnya. Namun, semua berpulang dari keterbatasan diri.

Istri keduaku sayang, terima kasih untuk semua kebaikanmu. Karena kautak pernah menolak ketika aku memberi: semua bentuk pemberian.

Selamat malam, istri keduaku sayang. Mimpikanlah aku di malam panjangmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun