Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Buku Adalah Mahaguru

24 Juni 2010   07:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:19 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_176156" align="alignleft" width="138" caption="Sumber: http://jember.olx.co.id/kaya-tanpa-ritual-iid-101351707"][/caption] Ketika masih sekolah, kita pasti sering ditanya orang tua. Siapa nak guru yang paling kausenangi? Lalu, kita pun menjawab, "Itu lho Pak/Bu, Pak Fulan yang jago cerita." Dan seterusnya. Benarkah jawaban itu? Untuk anak seusia mereka, tentu jawaban itu benar. Ketika usai beranjak dewasa dan tua, kita pun menyadari bahwa jawaban itu salah. Tentu itu beralasan. Menurutku, guru paling bijaksana adalah buku. Saya katakan demikian karena buku mempunyai beragam kelebihan yang tidak dimiliki manusia. Meskipun berbentuk benda mati, sebenarnya buku adalah makhluk bernyawa. Buku dapat bercerita dan menceritakan semua isinya. Buku akan berkisah kepada pembaca. Ketika kejenuhan datang mendera, buku dapat menjadi hiburan. Kita dapat tertawa, sedih, simpati, dan berempati karena isi buku. Lagi-lagi, kita dipesonakan dengan buku. Tidak hanya itu. Buku juga sangat dermawan. Buku akan memberikan semua dikandungnya. Buku tidak pernah menyembunyikan makna di dalamnya. Dan yang membuatku terkagum adalah kepemaafannya. Buku tidak pernah marah meskipun saya membantingnya. Buku tak pernah mengumpat ketika saya meludahinya. Dan buku tak pernah dendam meskipun saya kentuti. Saya menjadi merasa berdosa ketika melihat buku-buku yang hanya tersusun di rak-rak. Buku hanya menjadi barang pajangan di ruang tamu agar dianggap pemiliknya seorang intelek. Saya benar-benar bersalah menyia-nyiakan kebaikan sebuah buku. Saya ingin berbuat baik seperti buku: memberikan semua yang terbaik tanpa disembunyikan. Dia hanya terdiam meskipun menyimpan ilmu agung yang terpendam. Maka, tak salah kiranya jika buku disebut sebagai mahaguru. Setujukah Anda? (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun