[caption id="attachment_176156" align="alignleft" width="138" caption="Sumber: http://jember.olx.co.id/kaya-tanpa-ritual-iid-101351707"][/caption] Ketika masih sekolah, kita pasti sering ditanya orang tua. Siapa nak guru yang paling kausenangi? Lalu, kita pun menjawab, "Itu lho Pak/Bu, Pak Fulan yang jago cerita." Dan seterusnya. Benarkah jawaban itu? Untuk anak seusia mereka, tentu jawaban itu benar. Ketika usai beranjak dewasa dan tua, kita pun menyadari bahwa jawaban itu salah. Tentu itu beralasan. Menurutku, guru paling bijaksana adalah buku. Saya katakan demikian karena buku mempunyai beragam kelebihan yang tidak dimiliki manusia. Meskipun berbentuk benda mati, sebenarnya buku adalah makhluk bernyawa. Buku dapat bercerita dan menceritakan semua isinya. Buku akan berkisah kepada pembaca. Ketika kejenuhan datang mendera, buku dapat menjadi hiburan. Kita dapat tertawa, sedih, simpati, dan berempati karena isi buku. Lagi-lagi, kita dipesonakan dengan buku. Tidak hanya itu. Buku juga sangat dermawan. Buku akan memberikan semua dikandungnya. Buku tidak pernah menyembunyikan makna di dalamnya. Dan yang membuatku terkagum adalah kepemaafannya. Buku tidak pernah marah meskipun saya membantingnya. Buku tak pernah mengumpat ketika saya meludahinya. Dan buku tak pernah dendam meskipun saya kentuti. Saya menjadi merasa berdosa ketika melihat buku-buku yang hanya tersusun di rak-rak. Buku hanya menjadi barang pajangan di ruang tamu agar dianggap pemiliknya seorang intelek. Saya benar-benar bersalah menyia-nyiakan kebaikan sebuah buku. Saya ingin berbuat baik seperti buku: memberikan semua yang terbaik tanpa disembunyikan. Dia hanya terdiam meskipun menyimpan ilmu agung yang terpendam. Maka, tak salah kiranya jika buku disebut sebagai mahaguru. Setujukah Anda? (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H