Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebiasaan Buruk Seorang Guru

4 Mei 2010   05:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:25 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tadi malam, jam 20.12, HP-ku berdering yang menandakan ada SMS. Saya bergegas membukanya, dan tertulis, “Bapak/Ibu dimhn mengumpulkan fc sertifikat pendidik rangkap dua, paling lambat besok (Hari ini, Selasa, 4 Mei 2010). Untuk kegunaan pencairan dana sertifikasi 3 bulan awal. Mksh.” Wouw, berita bagus, nih!

Pagi ini, saya pun bergegas ke sekolah. Memang, saya adalah salah seorang guru yang lolos penilaian portofolio program sertifikasi guru tahun 2009. Dari sekolahku, ada 6 guru yang dinyatakan lolos portofolio dan 7 guru melalui PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Artinya, saya akan mendapat uang senilai sekitar Rp 7,5 juta untuk 3 bulan. Perhitungannya didasarkan dari satu kali gaji pokok tanpa pajak. Karena gaji pokok saya 2,5 juta ya tinggal mengalikan tiga. Alhamdulillah…

Ketika 13 rekan guru di sekolahku mengadakan pemberkasan pencairan tunjangan profesi, saya mendengar kasak-kusuk di antara rekan saya. Mereka bermaksud memperpanjang penjaminan kredit SK PNS. Astaghifirullahal ‘adhim.

Pemerintah menggulirkan tunjangan profesi guru agar kesejahteraan guru meningkat sehingga diharapkan semangat dan hasil kerja juga meningkat. Lha kalau SK PNS digadaikan karena telah mendapat tunjangan profesi, lalu bagaimana semangat kerja akan meningkat?

Kita bekerja karena ada imbalan hasil kerja, yakni gaji. Kalau gaji telah dihabiskan untuk penjaminan kredit, tentu setiap orang akan bermalasan bekerja karena sudah tidak mendapat gaji. Inilah kebiasaan buruk guru-guru kita.

Sebagai PNS, saya mendapat gaji setiap tanggal satu atau setelahnya. Ketika mengambil uang itu ke bendahara gaji, sering terdengar suara, “Pak, gajimu koq banyak sekali.” Saya pun berujar, ”Lho, gaji panjenengan ’kan lebih banyak. Tuh, lihat. Gaji panjenengan Rp 3.256.314. Bandingkan dengan saya yang cuma Rp 2.828.573.”

Jadi, rekan-rekan guru itu sering heran manakala melihat ada rekan guru yang mendapat gaji utuh. Hampir semua guru mengambil kredit di bank. Artinya, gaji mereka harus dipotong sesuai perjanjian. Rata-rata, lama kredit itu berkisar 5-10 tahun. Itu berarti selama itu pula mereka tidak dapat menikmati gaji utuh.

Saya sering mengamati perilaku rekan-rekan saya. Bagaimana mungkin dapat bekerja dengan serius sementara gaji mereka tinggal 200 ribu, sedangkan rumahnya jauh dan perlu ongkos bensin. Bahkan, ada yang masih punya tanggungan di koperasi sekolah sehingga praktis gaji mereka NOL, bahkan defisit. Masya Allah ! (www.gurumenulisbuku.blogspot.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun