Pertanyaan ini boleh di jawab ya dan boleh juga tidak.Â
Jengkel bermakna kesal (perasaan), mendongkol (KBBI). Sesuatu rasa yang dapat dialami setiap insan yang bernama manusia. Jengkel itu sesuatu rasa yang muncul karena ada sebabnya. Kata orang, tidak ada asap kalau tidak ada api.Â
Perasaan jengkel itu memang manusiawi. Itu muncul karena adanya rasa kecewa atau tidak puas atau terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan.
Nah, tulisan ini termotivasi setelah menyimak artikel rekan kompasianer Felix Tani bertajuk 'Intuisi, Serendipitas dan Kompasianer Om Gege nan "Lancang".
Prof Felix, biasanya sapaan saya buat beliau, merasa jengkel gegara Om Gege telah mengungkap metode rahasia dalam menulis di Kompasiana. Lucunya, sosok sosiolog, batakolog yang artikel-artikel nya enak dibaca ini walaupun jengkel namun merasa kagum terhadap Om Gege yang mampu membaca apa yang tersirat dalam kalimat kalimat tulisannya.
Saya anggap inilah sikap dan sifat kearifan yang ada dalam diri kompasianer Felix Tani. Disisi lain, tulisan Prof Felix ini sarat makna yang bermanfaat buat penulis di Kompasiana. Sebut saja istilah intuisi, metode tanpa metode, serendipitas menjadi sesuatu warna ciri khas artikel artikel nya. Istilah-istilah ini muncul karena adanya rasa jengkel boleh di bilang 'serendipitas' kira kira bermakna penemuan tak terduga atau peluang keberuntungan.
Bicara soal serendipitas, saya teringat dongeng Persia yang menceritakan Tiga Pangeran Serendip. Mereka selalu menemukan sesuatu dengan kecelakaan dan akal sehat mengenai hal hal yang tidak mereka cari.
Menyimak tulisan Prof Felix ini saya hanya boleh mengomentari bahwa kompasianer Felix Tani adalah orang yang arif dan bijaksana.
Dalam suasana rasa jengkel dia mampu menyatakan rasa kagum kepada orang yang telah membuatnya jengkel bahkan mengakui kebenaran tulisan Om Gege itu. Luar biasa. Inilah sikap dan sifat kompasianer yang patut diteladani.
Memang benar, nama Felix itu bermakna: bahagia, beruntung dan diberkati (frase Latin). Tulisan selengkapnya Prof Felix selengkapnya dapat disimak di sini.
Terus soal jengkel ini bisa melanda siapapun. Tidak memandang usia, jenis kelamin selama terjadi interaksi dalam suatu komunitas kehidupan rasa ini bakalan muncul. Hubungan antar suami dan isteri, orang tua dan anak, kakak beradik cenderung soal jengkel cenderung akan hadir.