Persoalan dunia pendidikan di negeri ini begitu kompleks. Boleh di bilang masih sering di jumpai "benang kusut" yang perlu di urai.Sementara itu negeri ini diperhadapkan dengan era baru "masa percepatan" jelang revolusi industri 4.0.
Saya maksud dengan istilah  ide "gila" disini adalah gagasan baru yang bisa dianggap kontroversil. Gagasan yang menerobos pola lama sistem pendidikan yang lazim saat ini. Gagasan yang dapat dijadikan bahan diskusi bersama untuk menemukan kegiatan yang dapat dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya yang tersedia.
Misalkan jenjang pendidikan sejak TK, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi bila di lihat dari kelaziman akan menghabiskan waktu standar selama 17 tahun. Jadi kalau masuk TK seorang anak berusia lima tahun berarti seorang anak akan selesai pendidikan Perguruan Tinggi S1 di usia 22 tahun. Bila ia akan melanjutkan pendidikan S2 dan S3 selama 5 tahun maka pendidikan di Indonesia menghasilkan produk S3 saat seseorang berusia 27 tahun. Itu normalnya dan bila seseorang ini akan studi terus menerus dan belum menikah maka ia akan menikah pada usia diatas 27 tahun.
Nah, seandainya jenjang itu dilakukan terobosan perubahan yang dapat di pertanggung jawabkan mengapa tidak? Perubahan disini  disesuaikan dengan era kekininian, apa salah?Lama waktu di SD menjadi 4 tahun, SMP dan SMA masing-masing 2 tahun maka akan ada selisih 4 tahun lama studi. Seseorang akan menamatkan SMA pada usia 13 tahun. S2 dan S3 selama 5 tahun berarti kita akan produk SDM bergelar doktor pada usia 18 tahun.
Gagasan ini mengacu dari era "percepatan" dan jelang era revolusi industri 4.0 sehingga Indonesia akan menyiapkan tenaga profesional yang akan berkompetisi bukan hanya di negeri ini namun ke kancah internasional.
Gagasan ini mengacu dari visi mendikbud tentang deregulasi dan debirokratisasi dimana pemerintah mengusulkan peraturan yang memungkinkan terjadi percepatan jenjang kependidikan yang baru. Dengan sistem baru ini akan lebih mengurangi ongkos pendidikan pihak orang tua dan mempersiapkan aset bangsa yang enerjik dan profesional berusia muda.
Optimisme gagasan ini karena metode pembelajaran akan di arahkan pada sistem komputerisasi, pengajaran berbasis online dimana peserta didik akan diperkaya ipteks teraktual yang akan memicu motivasi belajar yang bukan hanya belajar teori namun mampu mempraktekkannya dan lebih diaktifkan dalam diskusi. Era teknologi canggih memungkinkan siswa belajar mandiri dan guru-guru dan dosen berfungsi sebagai pengarah yang profesional.
Untuk mendukung sistim baru ini perlu di pikirkan pemusatan sekolah di tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi. Akan ada sesi pengajaran materi dari pusat komputer yang di berikan secara online disesuaikan dengan kurikulum yang baku.Â
memang disadari bahwa adanya kekhawatiran masyarakat terhadap stigma" ganti Menteri ganti kebijakan" namun bila kebijakan itu masuk akan dan dapat direalisasikan demi efisiensi dan efektivitas, kenapa tidak?
Tulisan ini hanyalah sebuah gagasan yang memang perlu didiskusikan secara nasional. Saya menyadari bahwa pasti ada yang pro dan anti terhadap ide "gila" ini namun inilah sebuah kebebasan berpendapat dan dipersembahkan kepada anda dengan harapan dapat ditanggapi dan dikomentari.
Saya rasa di era percepatan dan jelang era revolusi industri 4.0 kita memerlukan terobosan baru yang mungkin saja dianggap ide "gila" hehehe.