Semangat dan sikap toleransi diperlukan oleh bangsa Indonesia. Suatu bangsa yang pluralis dan masyarakat yang beranekagaram suku, bangsa, agama dan golongan. Bangsa yang masyarakatnya rentan terjadinya in-toleransi, berkembangnya faham radikalisme dan faham fundamentalisme.
Komitmen nasional yang tersirat dalam semangat cinta tanah air yang terbungkus dalam bingkai NKRI dan Bhineka Tunggal Ika eloknya menjadi sikap dan prilaku kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi filosofi hidup dalam Pancasila dan UUD 1945.
Semangat dan sikap toleransi menjadi penting dalam diri individu dan kelompok masyarakat dalam membangun bangsa meraih cita cita dan tujuan bersama. Tanpa itu kita akan terjerumus dalam konflik yang akan menghambat kemajuan pembangunan di segala bidang.
Makna dan arti Toleransi begitu banyak di tulis. Semuanya bermuara pada pengertian umum Toleransi sebagai suatu sikap yang saling menghargai kelompok-kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Toleransi juga bermakna suatu perbuatan yang melarang terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam masyarakat.
Adalah menarik yang dikemukakan  Prof Dr Mohammad Mahfud MD dalam kata pengantar Buku (In)Toleransi editor Thamrin Sonata, diterbitkan Peniti Media, 2017: "Toleransi itu sikap menerima dan menghormati tentang keyakinan orang lain. Sehingga tidak terjadi konflik yang menyebabkan rusaknya kebersatuan kita. Bahwa ada perbedaan prinsip memang iya, tetapi itu dalam ranah privat. Jika dalam ranah publik harus sama".
Saya anggap buku (In)Toleransi itu dapat dijadikan referensi dalam memahami tolrensi dan mengenal aktualisasi sikap masyarakat tentang tolleransi dan intoleransi. Buku ini anda dapat menemukan tulisan kompasianer-kompasianer antara lain Tjiptadinata Effendi, Iskandar Zulkarnain, Hendro Santoso, Kang Nasir, Fajr Muchtar, Maria Margaretha, M Jaya Nasti, Bambang Setiawan,Ikhwanul Halim, Gordi Afri SX, Tamita Wibisono, Isson Khairul, Sugiyanto Hadi, Thamrin Dahlan, Teha Sugiyo, Gaganawati Stegmann, Ismail Suardi Wekke, Baskoro Endrawan  dan lain lain.
Tentunya di setiap daerah terdapat berbagai cara dan kegiatan masyarakat untuk menerapkan sikap toleransi. Seperti halnya yang saya ketahui khusus di daerah Sulawesi Utara.
Sebagai warga daerah ini merasa bangga dengan peran pemerintah provinsi dan masyarakat Sulawesi Utara sehingga daerah ini menjadi "role model daerah" dengan toleransi terbaik di Indonesia. Hal ini tak lepas dari komitmen program ODSK Pemprov Sulut yaitu tidak ada pengkotak-kotakan, tidak ada eksklusivisme, tidak ada negative thinking, tidak saling mencurigai yang bermuara pada terciptanya suatu jalinan yang harmonis di Sulawesi Utara.
"Sulawesi Utara menjunjung tinggi perbedaan dan mewujudkannya dalam setiap aspek kehidupan sosial kemasyarakatan" ujar Steven Kandouw, wagub Sulut dalam kesempataan sambutan pada acara Rapat Koordinasi peningkatan Toleransi Antar Umat Beragama yang digelar Biro Kesejahteraan Rakyat di Novotel Kairagi Manado, kamis 3 Oktober 2019 yang dirilis sulutreview.com. " Contoh konkrit Andre Angouw, legislator beragama Kong Hu Cu menjadi ketua DPR Sulut dan Chandra  beragama Kristen sebagai ketua DPR Bolanang Mongondouw Utara dengan masyarakat terbesar beragama muslim". Kandouw mengakui bahwa kondisi ini tak lepas dari peran dan kehadiran Badan Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSUA) di daerah ini sebagai sarana tepat untuk merawat dan merajut keberagaman.
nah, hari ini 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional. Hari peringatan yang ditetapkan PBB sejak tahun 1996 ini memiliki harapan untuk memperkuat toleransi dengan meningkatkan rasa saling pengertian antar budaya dan bangsa. Di hari peringatan ini masyarakat dunia diberi kesempatan untuk mengedukasi publik tentang masalah masalah yang menjadi perhatian dan untuk merayakan dan memperkuat pencapaian emanusiaan yang hakiki.
mengapa kita perlu memperingati hari toleransi internasional?