Ada rasa kaget dan tidak percaya ketika saya sedang mempersiapkan tulisan tanggapan tentang unjuk rasa di Papua.Â
Ditangan saya terbuka buku (IN)TOLERANSI yang di kirimkan teman kompasianer Thamrin Sonata, salah satu dari 10 buku buat saya.
Saya sedang menyimak tulisan dalam buku itu oleh Ismail Suardi Wekke berjudul Papua dalam Harmoni, Kebersamaan dan Keberagaman.Â
Tiba tiba ponsel saya muncul info lewat akun fb dari rekan Wahyu Sapta Riny mengabarkan berpulangnya bapak Thamrin Sonata ke rahmatullah...
Awalnya saya anggap ini hanya salah baca namun status rekan kompasianer lainnya di fb antara lain Tamita Wibisono,  Muthiah Alhasany  lebih menguatkan info ini benar. Begitu saya buka Kompasiana semakin saya sadari sahabat kompasianer ini memang telah pergi untuk selamalamanya.
Memang saya belum pernah ketemu langsung dengan pak TS, sapaan akrab saya di Kompasiana. Namun saya banyak berinteraksi dalam komentar di artikel.
Suatu kenangan yang tidak akan saya lupakan yaitu beliaulah yg ajak saya berkontribusi sebuah artikel di buku (IN)TOLERANSI terbitan Peniti Media 2017.
Tak retak dan bolong oleh sebuah peristiwa politik, misalnya karena akar budaya sendiri sudah punya bahasanya yang lebih sejuk, lebih Harmoni. Â Tanpa diajar-ajarkan dengan semangat apapun dalilnya. ..
Ya saya anggap sebagai kompasianer kita kehilangan seorang sahabat teman guru dan penyemangat menulis dan membukukan tulisan kita. Pak TS memang telah pergi namun semangat Juangnya di dunia tulis menulis serta karakter pribadi yang baik dan tetap enjoy itu akan tetap kita kenang selalu.