Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Harga Komoditas Jelang Lebaran, Ini Fenomena Klasik

8 Mei 2019   13:06 Diperbarui: 8 Mei 2019   13:38 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir semua daerah terjadi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Di bulan Ramadan, jelang lebaran fenomena kenaikan harga terus terjadi setiap tahun. Informasi seperti ini sudah tidak mengherankan lagi. Komoditas ini antara lain, bawang merah, bawang putih, cabe, telur ayam, minyak goreng dan komoditi tertentu.

ini fenomena klasik.

Di Manado kondisi harga yang di lansir Tribun Manado, bawang putih 60 ribu/kg, bawang merah 48 ribu/kg, gula pasir 13 ribu/kg, minyak goreng 12 ribu/kg dan telur ayam 60 ribu/baki..

Bandingkan harga bawang putih di Bengkulu mencapai 150 ribu /kg, lalu di Mamuju Sulawesi Barat harganya sekitar 60 -70 ribu/kg (TVonenews, 8 Mei 2019).

Terjadinya gejolak kenaikan harga ini sesuai dengan teori ekonomi mikro dimana ada teori permintaan dan penawaran barang. Semakin berlimpah barang di pasar harga akan menurun. Sebaliknya makin sedikit barang di pasaran cenderung akan terjadi kenaikan harga.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa naiknya harga komoditi karena mengurangnya pasokan komoditi di pasar. Mungkin saja ulah pedagang yang menumpuk barang dan melepasnya setelah harga naik. 

Pemerintah sejatinya dapat mengontrol harga dengan analisis pasar. Berapa besar kebutuhan masyarakat terhadap komoditi sehingga stok dapat disediakan dengan memproduksi komoditi ini di pacu lebih untuk ekspor. Misalkan kebutuhan komoditi bawang putih sekitar 500 - 600 on per tahun namun produksinya di dalam negeri hanya 20.000 ton/tahun. Selisih nya jelas harus mengimpor. Ini menguntungkan pihak importir.

Melihat kondisi ini saya berpikir dan bertanya: apakah kebutuhan komoditi urgen tidak dapat disediakan atau di produksi di negeri yang subur seperti negeri kita Indonesia? Apakah negeri kita kekurangan lahan untuk menanam komoditi ini agar kebutuhan masyarakat di negeri ini terpenuhi bahkan lebihnya di ekspor?

Ini ironi yang menjadi pemikiran bersama pihak pemerintah dan swasta.Apakah balai penelitian dan pengembangan pertanian di negeri ini belum mampu mengembangkan bibit unggul komoditi dan disebarkan ke seluruh negeri untuk ditanam?

Apa saja yang dikerjakan oleh dinas-dinas terkait di seluruh Indonesia untuk memotivasi petani memanfaatkan lahan tidur dan menanam komoditi yang dibutuhkan masyarakat?

Ini jadi PR bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun