Saya tahu pasti, setiap kompasianer yang berselancar di Kompasiana pernah mengenyam pendidikan di sekolah. Mulai TK, SD, SLTP, SLTA dan bahkan hingga perguruan tinggi.
Dalam proses belajar mengajar di jenjang sekolah tersebut, kompasianer pernah berinteraksi dengan figur yang bernama "guru" atau "dosen".
Tentunya masing masing kita punya cerita tersendiri bagaimana sikap dan perilaku guru di depan kelas dalam mengajar.
Kalau kita mau bernostalgia dan merenungkan semua ini tentunya kita akan tersenyum geli bahkan marah karena pernah menerima hukuman akibat ulah dan kenakalan kita sendiri.
Mungkin para kompasianer masih ingat kesan-kesan indah menarik waktu di sekolah dasar dulu. Waktu itu kita baru belajar bagaimana cara membaca, menulis dan berhitung.Masih ingat saya hukuman guru kalau kita tidak disiplin atau membuat gaduh di kelas.Â
Kita harus menuliskan berulang suatu kalimat, misalkan : Saya tidak akan terlambat datang di sekolah....Kalau kita ditanya guru soal hitungan dan menjawab salah, kita di hukum berdiri di depan kelas sambil mengangkat kaki kiri kami sekaligus memegang daun telinga.
Itulah sekilas fenomena waktu belajar di sekolah dasar.
Bagaimanapun saat ini bila kita merenungkan pengalaman belajar waktu itu, kita pasti sependapat bahwa figur dan peran "guru" menentukan masa depan kita. Jasa mereka sungguh luar biasa dan tidak terbalaskan. Walaupun sebagian besar dari "mereka" telah tiada, namun nama dan sikap mereka sebagai pendidik tetap membekas di hati dan pikiran kita.
Ya, saya pribadi mengakui betapa besarnya jasa "guru" terhadap upaya menjadikan kita manusia yang berilmu pengetahuan, berakhlak dan berbudi pekerti luhur. Merekalah yang menanamkan dasar kita mampu membaca, menulis dan berhitung.
Kalau tulisan ini berkenan anda baca atau simak, walaupun tulisannya sederhana. Itu semua karena jasa dan peran "guru" bagi saya dimasa lalu, masa ketika belajar di sekolah dasar...