Â
sumber:dok-pri
Akhir-akhir ini kita disuguhi berita dan informasi mengenai kejadian-kejadian fenomena alam yang melanda bumi dimana kita hidup dan berpijak. Bumi satu-satunya di planet angkasa raya dimana kita beraktivitas sehari-hari. Gempa bumi di Nepal, Gelombang panas di India, Air laut di perairan Maluku berwarna merah dan prediksi tanggal 30 Juni 2015 akan terjadi ketambahan waktu sehari lebih dari 24 jam.
Sebagai insan penghuni bumi di bagian negara yang berada dikawasan garis khatulistiwa Indonesia, apa yang menjadi pemikiran kita ketika membaca, mendengar, melihat fenomena seperti disebutkan diatas? Masing-masing kita akan memiliki persepsi pandangan dan opini disesuaikan dengan pemahaman kita terhadap ipteks ilmu kebumian kita. Apalagi bila kita lihat dari kacamata ilmu lingkungan hidup.
Sebagai kaum awam tentunya kita akan berpendapat bahwa semua itu terjadi karena memang harus terjadi sebagai suatu bentuk proses kehidupan perputaran bumi pada porosnya. Bumi semakin tua semakin panas. Bumi semakin tua ibarat manusia semakin tua maka gerakannya pasti akan semakin melambat dan lemah. Itulah bumi kita yang tetap setia berputar terus tanpa henti dan kita menikmatinya karena kita sedang berada dalam kisaran ikut serta berputar seiring waktu demi waktu yang membuat kita semakin hari usia bertambah.
Pertanyaan sederhana yang timbul dalam pikiran kita, seandainya bumi kita berputar semakin melambat apakah yang akan terjadi dengan bumi ini dan bagaimana pengaruhnya bagi mahluk hidup yang hidup di permukaannya? Apakah melambatnya perputaran bumi ini disebabkan oleh ulah kita sebagai manusia yang ikut serta merusak ekosistem bumi dengan berbagai aktivitas industri berat yang menguras energi yang berada di perut bumi?
Mungkinkah akibat kegiatan eksplorasi yang dilakukan manusia bertahun-tahun secara terus menerus menyedot energi minyak bumi di seluruh bagian penjuru dunia sehingga energi bumi terkuras sehingga perputarannya makin lambat? Para ilmuwan geologi sejagad akan memberikan jawaban tentang pertanyaan ini.
Persoalan lingkungan hidup global yang sudah dikemukakan di berbagai referensi ilmu lingkungan yang sering kita baca dan lihat di media antara lain: pemanasan global, bocornya lapizan ozon, efek rumah kaca, hujan asam. Semua itu akan berpengaruh terhadap iklim dan cuaca dunia dan berdampak negatif bagi kehidupan umat manusia di bumi ini.
Pencairan es di kutub akan mempengaruhi volume air yang menuju ke khawasan khatulistiwa sehingga terjadilah peristiwa adanya beberapa pulau kecil tenggelam, termasuk beberapa pulau di Indonesia. Mungkin inilah yang menyebabkan dahulu daratan di bumi ini tenggelam. Dalam sejarah kita mengenal adanya "Sunda Plat" dan "Sahul Plat" yang kini jadi lautan memisahkan beberapa pulau di Indonesia. Jaman dulu pulau Sumatera, kalimantan dan Jawa masih berbentuk satu daratan, begitu juga Maluku dan Papua. Inilah proses alam yang pernah terjadi di bumi kita.
Bila putaran bumi makin melambat, apakah yang akan terjadi? Mungkinkah ini akan mempengaruhi lempeng yang menyangga pulau-pulau atau daratan dimana kita bermukim dan akan terjadi proses pematahan lempeng dan berakibatkan gempa bumi yang dasyat? Ini pertanyaan yang perlu kita renungkan bahkan mencari jawabannya bersama.
Nah, belajar dari fenomena alam ini apakah yang dapat kita lakukan dan bagaimana respons kita sebagai manusia penghuni bumi? Apakah kita hanya bersikap masa bodoh menerima kenyataan ini ataukah kita tergerak merespon dan ikut serta menunjang program pelestarian bumi dan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang di prakarsai para pemerhati se dunia termasuk pemerhati di Indonesia?