kompasianers berfoto dgn Jokowi (Sumber: kompasiana.com)
Saya termasuk salah seorang kompasianer yang berada jauh dari ibukota Jakarta, namun saya tetap mencermati perkembangan yang terjadi tentang ulah dan tingkah para kompasianer lewat tulisan-tulisannya. Saya konsen dengan undangan jamuan makan siang kompasianer dengan Presiden Jokowi 19 Mei lalu. Itu sebabnya saya menulis artikel "2 Kejutan Kompasiana" dan "Catatan Ringan Pasca "Maksi" Kompasianer Dengan Presiden RI". Saking "kepo"nya saya mengenai soal ini maka saya lahap semua tulisan kompasianer yang hadir dalam jamuan "maksi" bahkan tanggapan kompasianer yang tidak diundang dan mengomentarinya. Adalah menarik tulisan Niken Satyawati dengan judul 2 Jam Bersama Presiden, Axtea 99 dengan Kompasianers Maksi Dengan Presiden RI, Gatot Swandito dengan Misteri Kompasianer ke 13 Yang Hadir Di Istana Presdien, Alan Budiman dengan Kronologis Undangan Maksi Dari Presiden Jokowi, Gatot Swandito dengan Kisah Jokowi Yang Belum Diberitakan Media, Mas Wahyu dengan 2.000.000 Artikel Di Kompasiana Mau Diapakan?, Alan Budiman dengan Mahasiswa Pelacur Bangsa, Alan Budiman dengan 13 Kompasianer Tak Layak Diundang Ke Istana, Gunawan dengan Pak Jokowi Buat Apa Bangun Rel Kereta di Papua?, Thomson Cyrus dengan Kompasianer Jadi Berita Nasional di tempo.com, Pepih Nugraha dengan Kata Jokowi, JK Keliru Soal Tatto Susi Pudjiastuti dan Erri Subakti dengan Jokowi: 10 Menit Lagi. Stefanus Toni A k a Tante Paku dengan Catatan Lengkap Kompasianer Makan Siang Presiden di Istana Negara. Saya lagi menunggu artikel kompasianers lainnya yang telah hadir di istana, termasuk si idola saya Ninoy Karundeng hehehe. Semua artikel yang saya baca diatas mengandung makna yang sarat dengan ide dan perenungan betapa rasa kepedulian Presiden RI terhadap rakyatnya dan berkeinginan kuat menyerap segala uneg-uneg yang ada di hati rakyat. Kompasiana sebagai salah satu medsos yang menjadi kumpulan orang-orang yang disebut kompasianers menjadi kepercayaan Presiden mewakili rakyat Indonesia yang patut di dengar suaranya. Kompasianers yang diundang maksi ini secara tidak langsung telah menjalankan fungsi dewan dalam acara mirip "dengar pendapat" sekaligus dialog/diskusi terbuka langsung dengan orang nomor satu di republik ini. Saya sebagai seorang kompasianer merasa bangga dan salut bukan saja kepada admin atau pengelola kompasiana namun kepaada para kompasianer yang hadir dalam undangan maksi tersebut. Sayang sekali rekan kompasianer Elde keluar negeri sehingga tidak sempat hadir. Adalah sesuatu yang wajar apabila ada pihak tertentu yang merasa tidak senang dan mengkritisi kehadiran kompasianers dalam undangan maksi di istana. Tentu merka punya alasan tersendiri, namun bagi saya itu hal yang lazim terjadi dan perlu diabaikan saja. Saya berpendapat bahwa undangan maksi kompasianers di istana merupakan salah satu "jurus" ampuh Jokowi dalam menghadapi tantangan dan pergumulan memimpin republik ini.Jurus pendekatan yang di tempuh dan diaktuakisasikan pak Jokowi dengan berdialog dengan orang-orang yang setiap hari menampung artikel pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah selama ini adalah sangat tepat. Kompasiana dengan sifat terbukanya menerima segala macam artikel memiliki ciri khas medsos yang di gandrungi dan diminati bahkan di kritisi berbagai kalangan namun tetap dicintai pemujanya yaitu para kompasianer yang tersebar di jagad ini. Kompasiana adalah medsos yang berciri khas dan memiliki kekuatan jurnalis warga yang bervariasi ipteks nya sesuatu yang tidak dapat di punkiri oleh kita. Adalah mungkin kedepan diantara para kompasianer ini akan di rekrut pemerintah menjadi juru bicara ataukah pejabat pemerintah di bidang komunikasi di masa mendatang? Siapa tahu? Mari kita lihat nanti. Saya menuliskan ini hanyalah sekedar menulis dan menuangkan opini sederhana. Bagi saya peristiwa maksi kompasianers di istana Presiden merupakan sesuatu yang bermakna yang mengandung maksud dan ini akan kita lihat perkembangannya ke depan. Yang perlu di perhatikan bahwa apa yang dilakukan Presiden RI mengundang para kompasianer maksi di istana menjadi catatan yang perlu dikenang dan dijadikan momentum bagi para kompasianer dalam berkarya di masa akan datang. Secara pribadi saya salut buat Jurus Jokowi kali ini dan tentu tidak lepas dari peran orang-orang di sekelilingnya yang tidak segan memberikan masukan yang konstruktif dalam menunjang gerak pembaangunan bangsa yang penuh dengan pergumulan dan tantangan. Saya percaya Jurus Jokowi selain muncul dalam diri pribadinya juga tak lepas dari penasehatnya yang hebat yang diilhami dan memberi masukan bagaaimana cara pendekatan yang ampuh harus dijalankan demi meluruskan jalan terbaik memimpin negeri ini. Ini sudah dibuktikan oleh pak Jokowi, seorang Walikota menjadi Gubernur kemudian jadi Presiden. Ini tidak gampang dan dalam sejarah kita Jokowi adalah orang pertama yang jadi Presiden RI dari jenjang birokrat seorang Gubernur, bukan dari seorang ketua partai. Nah, semoga tulisan singkat dan sederhana menjadi perenungan kita bersama. Saya menyadari bahwa tentu ada hal-hal yang dibicarakan dalam diskusi di istana itu yang tidak perlu di ceritakan secara terbuka kepada publik dan itu hanya komsumsi intern saja. Mungkin itu masih tersimpan di kepala dan akan di ungkap nanti pada momen yang tepat. Saya duga itu masih di kepala bung Ninoy Karundeng dan teman kompasianers yang belum bersuara.Sesuai agenda tgl 28 Mei 2015 ini Presiden RI akan hadir dalam acara BBMGR tingkat nasional di Minahasa Utara, siapa tahu saya berkenan bertemu disini dengan pak Jokowi.Dalam benak saya mengguman: Ampuhnya jurusmu pak Jokowi. Salam Damai. Salam Kompasiana. Manado, 23 Mei 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H