Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Artikel Plastik

21 Mei 2015   12:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="494" caption="sumber: kompas.com"][/caption] Saya rasa menarik untuk membicarakan soal plastik. Ya..plastik sebagai bahan yang akrab dengan kita, bahan yang ada di sekeliling kita yang justru  hasil temuan teknologi dalam memenuhi kebutuhan hidup kita manusia. Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya kecerdasan manusia menjadikan plastik sebagai sahabat lingkungan dan sahabat manusia. Apabila hasil temuan teknologi manusia dimanfaatkan manusia yang tidak bertanggung jawab maka terjadilah persoalan baru. Seperti yang kini marak dalam pemberitaan medsos yaitu Beras Plastik alias beras tiruan. Beras plastik yang konon berasal dari Cina ini beredar di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di Bekasi beras plastik ini menyebabkan masalah dampak negatif pada manusia yang mengkonsumsinya. Plastik termasuk bagian polimer termoplastik, yaitu polimer yang akan melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang kita inginkan. Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulang dan dapat diubah menjadi bentuk yang lain. Golongan polimer sintetik lain adalah polimer termoset (materi yang dapat dilebur pada tahap tertentu dalam pembuatannya tetapi menjadi keras selamanya, tidak melunak dan tidak dapat dicetak ulang). Contoh polimer ini adalah bakelit yang banyak dipakai untuk peralatan radio, toilet, dan lain-lain. Nah, konsekwensi bagi negara-negara yang berpenduduk besar seperti China, India dan Indonesia adalah bagaimana mencukupi kebutuhan bahan pangannya. Beras adalah kebutuhan pokok manusia dan setiap negara seyogyanya berupaya agar kebutuhan pangan beras harus tersedia demi mencukupi kebutuhan pangan penduduk. Itulah sehingga ada istilah swasembada pangan. Persoalannya apakah negara sanggup memenuhi kebutuhan pangan termasuk beras penduduknya secara konsekwen melalui berbagai program pembangunan pertanian usaha tani padi sawah dan ladangnya?  Apakah para petani ini tidak menghadapi masalah paceklik, gagal panen, kurangnya tersedia sarana prasarana produksi pupuk (bahkan mungkin harga pupuk mahal ataukah pupuk juga sulit ditemukan), belum lagi pesimisnya petani karena harga gabah yang rendah (dibandingkan dengan impot beras yang lebih disukai dalam kebijakan pemerintah). Upaya para ilmuwan dalam menemukan teknologi canggih bagaimana mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan sesuatu hal yang perlu di apresiasi karena ipteks ini dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat. Yang jadi persoalan disini penerapan teknologi rekayasa penciptaan beras buatan atau tiruan ini harus diimbangi dengan mental manusia yang merancang komposisi bahan pembuatan beras tiruan dimana jangan sampai menggunakan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan masyarakat. Contohnya penggunaan bahan plastik dalam pembuatan beras di China itu. Saya menganggap bahwa betapa pentingnya plastik bagi kehidupan kita manusia. Dimanapun kita bisa melihat disekitar kita ada bahan plastik. Pipa saluran, botol penyimpan asam, drum, pelapis bagian dalam tangki, perkakas tangan, ember, selubung kabel serta bahan pengemas itu semuanya terbuat dari bahan plastik. Demikian pula di dunia barang elektronik, televisi,ponsel, radio didominasi bahan plastik. Bahkan ilmuwan giat meneliti pembuatan pesawat terbang dan mobil yang terbiat dari plastik karena plastik selain ringan juga keras. Memang bila ditinjau dari aspek lingkungan hidup plastik ini menjadi masalah karena plastik tidak bisa terurai di dalam tanah. Kemasan platik, botol plastik dan semua yang berbahan plastik pada sampah memang menjadi persoalan dalam dunia persampahan. Dalam kehidupan sehari-hari banyak barang-barang yang digunakan merupakan polimer sintetis mulai dari kantong plastik untuk belanja, plastik pembungkus makanan dan minuman, kemasan plastik, alat-alat listrik, alat-alat rumah tangga, dan alat-alat elektronik. Setiap kita belanja dalam jumlah kecil, misalnya diwarung, selalu kita akan mendapatkan pembungkus plastik dan kantong plastik (keresek). Barang-barang tersebut merupakan polimer sintetis yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Akibatnya, barang-barang tersebut akan menumpuk dalam bentuk sampah yang tidak dapat membusuk. Atau menyumbat saluran air yang menyebabkan banjir. Sampah polimer sintetis jangan dibakar, karena akan menghasilkan senyawa dioksin. Dioksin adalah suatu senyawa gas yang sangat beracun dan bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Plastik vinyl chloride tidak berbahaya, tetapi monomer vinyl chloride sangat beracun dan karsinogenik yang mengakibatkan cacat lahir. Plastik yang digunakan sebagai pembungkus makanan, jika terkena panas dikhawatirkan monomernya akan terurai dan akan mengontamiasi makanan. Bahaya lain yang dapat mengancam kesehatan kita adalah jika kita membakar bahan yang terbuat dari plastik. Seperti kita ketahui, plastik memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah terdegradasi oleh mikroorganisme tanah. Oleh karena itu seringkali kita membakarnya untuk menghindari pencemaran terhadap tanah dan air di lingkungan kita. Namun pembakaran plastik ini justru dapat mendatangkan masalah tersendiri bagi kita. Plastik yang dibakar akan mengeluarkan asap toksik yang apabila dihirup dapat menyebabkan sperma menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan. Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu keseimbangan hormon estrogen manusia. Selain itu juga dapat mengakibatkan kerusakan kromosom dan menyebabkan bayi-bayi lahir dalam kondisi cacat. Jadi, ini adalah artikel plastik yang bahas sedikit tentang plastik, beras plastik, dampak plastik bagi kesehatan manusia. Munculnya persoalan "beras plastik" yang perlu kita waspadai ini, sebenarnya dapat dijadikan pemicu dan pendorong bagi pemerintah melalui instansi yang berwenang dalam berupaya meningkatkan produksi padi gabah di Indonesia. Selidikilah kendala-kendala teknis mengapa gairah petani padi semakin berkurang dan temukan solusi agar petani bergairah menanam padi. Inilah yang perlu diperhatikan oleh kita dan tentu pertimbangkanlah kebijakan import beras karena beras dalam kemasan karung sulit untuk di deteksi apakah itu beras plastik atau beras asli..hehehe. Semoga "artikel plastik" ini dapat menginspirasi kita semua untuk menunjang kegiatan swasembada pangan nasional  tahun 2017. Salam Kompasiana. Manado, 21 Mei 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun