Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Perlu Malu Menjadi Orang Kebanyakan

3 Juli 2023   12:21 Diperbarui: 3 Juli 2023   12:23 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Koleksi pribadi

Merasa banyak belajar beragam ilmu,  aku lebih mempedomani fakta-fakta ilmiah daripada mitos. Data hasil survey bahwa 70 persen pensiunan hidupnya bergantung dari belas kasihan anak, menantu, saudara, kawan karib dan negara sangat menggelisahkan. Itu hasil survey, entitas ilmiah yang kebenarannya terukur. Menggelisahkan karena faktanya hari ini aku seorang pensiunan. Dan, aku tak ingin hidupku menjadi beban siapa pun.

Seperti orang tua lain aku menyekolahan anak-anak sesuai minat bakatnya dengan biaya sesuai kemampuanku. Kuongkosi mereka belajar sampai tingkat yang mungkin mereka sanggup. Menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan S1, lazim dilakukan orang tua dengan kelas penghasilan menengah ke atas. Sulungku bahkan bisa ssmpai S2.

Dibiayai sekolah maksudnya agar mereka memiliki pengetahuan, keterampilan dan keahlian untuk bisa hidup mandiri tidak bergantung pada orang tua, pihak lain bahkan negara.

Pendidikan anak itu kewajiban orang tua, bukan investasi. Jadi tidak ada alasan bagi orang tua untuk memetik hasilnya ketika mereka sukses dan hidup mapan. Mereka orang merdeka yang punya hasrat dan cita-cita yang tidak bisa diinterupsi oleh orang tua. Tidak juga kita berpiutang yang berharap balas budi atas jerih payah membesarkan dan mendidik mereka. Tetapi kalau mereka merasa harus membalas budi, itu soal lain.

Ketika melihat nilai transfer gaji pensiun pertama setelah menunggu selama 30 hari aku menggaruk-garuk kepala. Untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum rasanya cukup. Tetapi bagaimana mencukupi kebutuhan lainnya? Kalau mendapat undangan pernikahan misalnya, apa harus membawa amplop kosong?

Aku pikir ini saatnya harus segera keluar dari zona nyaman. Eforia harus dihentikan. Aku tak bisa tinggal diam, untuk menambal penghasilan yang kempis. Tapi harus bagaimana?

Melamar kerja saat usia pensiun rasanya tidak akan ada lembaga atau perusahaan yang membutuhkan. Sekalipun ada tentu hanya untuk jangka waktu sementara. Lagi pula, buat apa pensiun kalau setelahnya masih sana-sini mencari pekerjaan. Wiraswasta?

Iya betul, wiraswasta tampaknya ide yang menantang. Tapi jangan terburu-buru harus konsultasi dulu sama orang yang berpengalaman. Pak Tikto, pensiunan BUMN tetangga paling senior sudah 20 tahun PHK, rumahnya lima rumah dari tempat tinggalku. Sore, sehabis ashar aku ke rumahnya untuk bertanya-tanya.

"Bah, pensiunan mau bisnis boleh gak?"

"Boleh-boleh, tapi harus hati-hati!"
"Maksudnya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun