Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mau Apa Selepas Pensiun?

28 Juni 2023   08:32 Diperbarui: 28 Juni 2023   11:29 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Koleksi pribadi
Sumber: Koleksi pribadi

"Kang, nanti pensiun mau bisnis atau berkarir di perusahaan anak?"

Pertanyaan semacam itu sering terlontar dari kawan yang masih aktif atau sudah pensiun. Pertanyaan yang sulit dijawab, sering tidak dijawab dan cukup direspons dengan hanya tersenyum. Bukankah pensiun itu merupakan berakhirnya usia produktif tinggal menikmati hasil kerja puluhan tahun lalu menjalani sisa usia tanpa harus sibuk ini itu?

Akhirnya, pertanyaan itu terjawab juga. Saat mengikuti pelatihan pre-retiremen di Senggigi, Lombok "pertanyaan" yang sering mengganggu itu samar-samar mulai terjawab.

Dalam pelatihan super padat selama tiga hari itu bukan saja belajar bagaimana hidup menghadapi pensiun juga melatih tentang apa yang harus dilakukan setelah pensiun, kelak.

Hari pertama pelatihan diisi dengan tema psikologis tentang kesiapan mental menjelang pensiun. Dalam hal ini pensiun digambarkan sebagai suka tidak suka akan dialami oleh semua insan yang saat ini bekerja. Bisa karena pensiun normal, pensiun lebih dini atau karena satu dan lain hal dipensiunkan oleh instansi atau perusahaan yang ditandai dengan diterimanya surat PHK -pemutusan hubungan kerja.

Saat pensiun, kata psikolog asal Bandung memulai, kita akan banyak "merasakan" kehilangan. Hilang pekerjaan adalah awal dari segalanya. Lalu diikuti hilangnya jabatan, hilangnya penghasilan kecuali uang pesanggon dan jaminan pensiun bulanan yang tak seberapa. Hilang segala sesuatu yang selama ini dibanggakan dan yang menjadi tulang punggung keluarga seolah rontok. Kesemuanya adalah pemicu kehidupan selanjutnya yang penuh stres.

Bila tidak dikelola dengan bijak, stres -lanjutnya, adalah cikal bakal segala penyakit baik mental maupun fisik. Tak ada pilihan kecuali menyikapi pensiun sebagai hal yang alamiah, wajar dan tak terhindarkan. Bersikap apa adanya, sabar dan "nrimo" adalah cara terbaik untuk mengurangi rasa perih atas segala kehilangan itu.

Pensiun saatnya menata hati mengelola raga. Kurangi aktivitas fisik yang berlebihan dan pikiran yang terlalu berat, hindari konflik lalu tingkatkan daya spiritual.

Iya betul. Selama ini hari-hari bekerja menguras tenaga dan pikiran yang terus diforsir siang malam, macam tak ada hari esok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun