Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tidak Sedang Menonton Sirkus

23 Oktober 2021   10:51 Diperbarui: 23 Oktober 2021   10:59 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Setiap pergi kuliah aku menumpang bus Damri jurusan Buahbatu-Dipatiukur lalu turun di Simpang Dago kemudian naik Honda -istilah angkot tahun 80-an di Bandung, melanjutkan ke tempat kuliah di Bukit Dago. Kalau tertinggal bus kota aku naik bemo turun di Terminal Kebon Kelapa kemudian melanjutkan ke Dago dengan menumpang Honda.

Di Buahbatu Abang kuliah di ASTI -sekarang ISBI Bandung. Aku tidak mengerti kenapa ia memilih kuliah di bidang studi kesenian. Ayahku seniman memang, seniman kampung. Tetapi Abang -menurut pendapatku, tak sedikit pun memiliki bakat seni seperti keahliah ayah. Setelah lulus SMP ia melanjutkan ke STM jurusan mesin. Sampai satu hari kampung kami kedatangan empat orang mahasiswa KKN dari ASTI Bandung. Sepulangnya mahasiswa itu pada tahun ajaran baru selepas lulus STM Abang melanjutkan studi di ASTI Jurusan Karawitan.

Bagiku belajar di ASTI itu sangat tidak mudah. Selain belajar teori mahasiswa harus belajar praktek. Ketika ujian akhir mahasiswa diwajibkan melewati ujian praktek berupa pertunjukan kesenian yang hasilnya diumumkan sesudahnya. Pemberitahuan tidak hanya disaksikan oleh mahasiswa yang diuji melainkan juga ditonton kawan-kawan, juniornya keluarga bahkan siapa saja. Perlu kekuatan mental untuk menghadapinya.

Beberapa kali aku menyaksikan resital -istilah ujian praktek, di ASTI tahun 80-an. Tak jarang aku menyaksikan mahasiswa sujud sukur di atas panggung segera setelah dinyatakan lulus. Tetapi tidak kurang yang tertunduk lesu, saat dinyatakan belum lulus.

Ketika abangku ujian resital aku duduk di jejeran bangku penonton. Di auditorium yang kedap suara itu ada banyak orang yang menyaksikan seperti dosen-dosen, mahasiswa kawan kuliahnya, juniornya dan yang lain. Gedung auditorium itu gelap kecuali penerangan minimalis di panggung menyinari seperangkat gamelan berhadapan dengan dewan penguji.

Dadaku sesak ketika tiba-tiba abangku muncul dari samping panggung. Ia berjalan ke tengah panggung, lalu membungkuk setelah itu duduk bersila di hadapan gambang -perangkat gamelan dari kayu. Setelah sedikit basa-basi selebihnya pelan-pelan mulai mengalun musik karawitan melantunkan lagu wajib dan lagu pilihan. Aku tak bisa menikmati dengan seksama harmoni musik karawitan itu. Pikiranku membayangkan akan dua opsi yang akan dilakukan abangku bila ia dinyatakan lulus atau tidak lulus. Tahu-tahu pertunjukan sudah selesai yang dilanjutkan dengan kata-kata dari Ketua penguji. Aku tidak mendengar dengan jelas kalimat demi kalimat yang disampaikan mungkin karena pikiranku yang nerveus. Sampai pada satu momen Ketua penguji itu menjulurkan tangan dan menyalami abangku. Sejurus kemudian kawan-kawan Abang menyerbu ke atas panggung berebut bersalaman.

Menyaksikan itu aku termangu di bangku penonton. Naluriku mengisyaratkan abangku lulus. Tiba-tiba air mataku tumpah tak terbendung. Dengan tatapan kabur aku pun merangkak ke atas panggung. Air mataku mengalir deras sejadi-jadinya. Seingatku, aku menangis terakhir kali sesaat ketika mau menonton pertunjukan sirkus karena marah, benci dan takut kepada laki-laki tinggi besar, penjaga karcis.

Tetapi hari itu aku tidak sedang menonton sirkus. Aku tidak mengerti mengapa aku menangis. Di luar gedung auditorium, menjelang pulang ke kamar kos air mataku masih berjatuhan.

Tabe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun