Mohon tunggu...
johanes jonaz
johanes jonaz Mohon Tunggu... -

just an ordinary traveller

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Sebelum Bisma Tewas

27 Februari 2013   02:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:38 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bau anyir darah menyelimuti atmosfir Kurusetra, sudah pada setengahnya bumi berotasi sejak ditiupnya sangkakala perang di hari ke sembilan. Senja mulai menggelap, warna jingga yang bertahta di cakrawala terlihat lebih merah, semerah palagan Kurusetra yang menjadi kubangan darah anak para Korawa dan Pandawa yang gugur hari itu.

Di kemah paling ujung, Arjuna meletakkan kepalanya di pangkuan Srikandi. Perang tanding melawan Adipati Karna hari ini sangat menguras tenaganya. Lawannya masih belum bisa ditaklukkan, bahkan Arjuna kalang kabut dibuatnya. Tangan Srikandi masih gemetaran, dia juga baru saja meletakkan busur dan sisa anak panah yang menemaninya membatat habis bala Korawa seharian tadi. Kedua lengannya kelu, jari-jemarinya kaku. Tapi dia tidak bergeming, dia menerima kepala suaminya di pangkuannya. Di luar kemah, panji Pandawa tertiup angin... bergerak pelan ke kiri dan ke kanan mengikuti sapuan lemah sang bayu dari lembah terkutuk itu.

Srikandi membersihkan darah yang sesekali masih mengucur di pelipis kiri Arjuna dengan sobekan jarik yang dipakainya. Luka akibat goresan anak panah sakti Nagasatra milik Adipati Karna yang hanya berhasil merobek kulit Arjuna dibersihkan dengan hati-hati. Nyeri, membuat mata Arjuna terpicing menahan sakit.

Kang Mas, ada apa sayang?” Srikandi berucap lembut sembari menatap mata suaminya dalam-dalam… Ada butiran air yang tertahan di sudut mata Arjuna. Tak berucap sepatah katapun, Arjuna bangkit dari pangkuan Srikandi lalu membenamkan dirinya pada pelukan Srikandi…

Srikandi merasakan lelehan cairan hangat yang mengalir di punggungnya… air mata Arjuna deras membasahi rambut dan punggungnya. Tanpa suara, namun air mata itu cukup deras mengalir. Dia membelai rambut ikal Arjuna, Srikandi tahu benar hati suaminya sedang berada pada tempat yang asing. Pelan-pelan dia melepaskan diri dari pelukan Arjuna… kini mereka duduk berhadapan, Arjuna menundukkan mukanya.

Srikandi bergeser, mengambil tempat di samping kiri Arjuna dan meletakkan dagunya di pundak Arjuna kemudian melingkarkan tangannya ke pinggang Arjuna. Cara ini biasanya ampuh untuk menenangkan hati suaminya. Benar saja, Arjuna pelan-pelan berpaling padanya dan mencium kening Srikandi.

Kandi, terimakasih sayang… terimakasih karena kamu satu-satunya orang yang mau mengiringku sampai ke medan perang” Arjuna berterimakasih pada istrinya.

Sayang… kamu tahu aku akan mengikuti kamu kemanapun kamu pergi, dimanapun sampai kapanpun…” Srikandi memandang suaminya dengan penuh cinta. Dia mengusap airmata Arjuna dengan punggung tangannya. Arjuna meraih tangan istrinya dan menciumnya dengan lembut... air mata itu masih menetes.

Aku tahu kamu adalah satu-satunya istriku yang dipandang mampu menjadi senapati Pandawa. Busur dan anak panahmu tidak ada yang mampu menandingi, meskipun ini taktik Kang Kresna tapi sejujurnya aku sudah meminta pada sinuwun Yudistira agar engkau tidak ikut serta dalam perang ini. Si biadab Kresna itu bisa mencari perempuan lain untuk mewujudkan rencana penyerangan ini. Aku ingin kamu tinggal di rumah saja bersama yang lain”... Arjuna melepaskan gelung istrinya. Rambut Srikandi tergerai, jatuh ke tanah… Arjuna dengan lembut menyisir rambut panjang Srikandi dengan kelima jarinya lalu membersihkan percikan darah sisa pertempuran tadi siang yang sudah mengering di wajah istrinya itu.

Kang Mas, kalo kang mbok Sembodro juga bisa berperang, dia juga pasti ikut serta…” Srikandi menghentikan kata-katanya… dalam hati dia sangat bersyukur karena antara Larasati dan dirinya, para istri Arjuna yang bisa mengangkat senjata, dialah yang diangkat menjadi senapati di palagan Kurusetra menemani sang kekasih Arjuna. Dengan demikian selama masa perang dia tidak perlu berbagi suami dengan Sembodro, Larasati, Suprobo, Manuhara dan istri Arjuna yang lain…

Malam semakin larut… Arjuna telah lelap dipangkuannya. Dalam pejam matanya, dibalik luka yang menggores dahinya, Srikandi mengenali aura mencorong dari wajah suaminya. Aura yang sama saat pertama kali dia bertemu dengan bangsawan Pandawa ini. Aura yang membuatnya berani merendahkan harga dirinya untuk bertekuk lutut pada Larasati, mengaku “kalah” dalam tanding memanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun