Hal yang mengherankan adalah meskipun kekayaan warisan cerita mitologi hanya berupa kisah dengan pola yang sama, dan cenderung berulang, namun tetap diterima oleh sebagian besar masyarakat pendukungnya.
Sebuah cerita mitologi misalnya pada masa sebelumnya tidak diperhatikan namun pada masa tertentu diterima dan diulas secara luas.
Cerita mitos yang beredar pada intinya adalah cerita yang diseleksi berdasarkan kondisi-kondisi tertentu dan atas nilai-nilai yang dipegang oleh suatu masyarakat dan juga generasi tertentu. Pertanyaan yang kuat muncul kemudian akankah cerita mitos ini akan berakhir?
Di Nusa Tenggara Timur ada banyak sekali cerita mitologi yang bahkan masih dipegang dan dirayakan oleh sejumlah besar masyarakat pendukungnya.
Ada kisah mitos tentang buaya yang bersahabat dengan manusia. Di daerah Camplong, Buaya lalu menjadi binatang yang dikeramatkan serta dilindungi. Atau kisah mitologi tentang asal-usul manusia. Di daerah Mollo Kabupaten Timor Tengah Selatan. Masyarakat pendukung menyebut alam adalah perwakilan hidupnya.Â
Hutan diidentikan sebagai rambut, tanah sebagi kulit, batu sebagai tulang dan air sebagai darah.Â
Kisah mitologi ini kemudian mempengaruhi cara pikir dan perlakuan masyarakat lokal akan alam. Alam dianggap perwakilan kehadiran diri dan hidup masyarakat di sana, sehingga apabila alam dihancurkan maka kehidupan akan dihancurkan.
Mungkin sudah saatnya modernitas berpadu dengan kisah mitologi sehingga efek-efek negatif pembangunan bisa dikecilkan. Seefektif ketika membiarkan mama Vivi, menyiram garam di suatu senja untuk melindungi anggota keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H