Mohon tunggu...
JOHANES SUNARDI
JOHANES SUNARDI Mohon Tunggu... -

Saya berumur 35 tahun, lulusan sebuah perguruan tinggi filsafat di Malang (2001), tinggal di kalimantan barat. Kegemaran saya membaca cerita, puisi, dan menulis. Obsesi: penulis novel. Pengarang yang menjadi panutan: Paulo Coelho, Sindhunata, Romo Mangun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepotong Moci untuk Moy

22 Januari 2012   02:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ahui merenda pagi dengan lamunan. Kicauan burung. Dingin udara yang menusuk tulang. Suara nyanyian jemaat dari Gereja di belakang kamarnya. Suara dentuman mercon. Koran pagi edisi Imlek. Kenangan membanjir menghanyutkan bongkahan-bongkahan rasa yang lama membatu, pecah di relung-relung, menjadi gerimis menitik di sudut-sudut mata milik Ahui.

Ahui teringat Moy. Perempuan cantik, berkulit putih laksana susu, dengan senyum renyah memanja. Perempuan itu telah mengguratkan kisah dan kasih yang lama dipendam dan enggan dipandangnya. Dialah yang pertama membawa jiwanya menjelajahi gunung-gunung, menyusuri lembah-lembah, dan menerbangkan angannya ke langit impian. Perempuan itu pernah membawanya pergi menaiki kuda bersayap menembus hutan keramat sekedar mencari tetes madu dari sarang lebah yang menggantung di pucuk-pucuk tapang. Perempuan itu pernah membawanya ke kedalaman duka, kengerian kesepian, sumur air mata, pada malam kelam, saat seribu bintang meratap. Perempuan itu Moy, tak pernah melenyap dari jiwanya, walau kini entah berada dimana.

Ahui tahu, sesaat lagi Imlek. Ini tahun kelima dia menyongsong Imlek dengan keresahan. Mendadak kerinduan merenggut jiwanya sedemikian hebat. Kerinduan akan Moy, perempuan yang melukis cinta dan duka pada relung jiwanya. Kerinduan yang membuatnya berlari di tengah gerimis.

Ahui merenggut jaketnya. Sesat kemudian motor kesayangannya melaju di jalanan. Di depan sebuah toko pecinan, Ahui berhenti. Ia mencari sesuatu, sebuah kue moci.

Malam menjelang. di tengah suara dentuman mercon dan kilauan kembang api di langit kelam, Ahui memandang kue moci di mejanya. Sebuah pesan tertulis di sana: Moy aku selalu mencintaimu. Dimanakah engkau?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun