Tanjungbalai Asahan, s/d 1985
Apt. Jhon James Martahan Simanjuntak, S.Si. namanya, bergelar Ama ni Andre (Bapak Andre), sedangkan nama lengkap saya Apt. Mas Ngabehi Johan Japardi Reksohusodo Pasaribu, S.Si. (belakangan diberi marga dari suku Karo, Sinuhaji, tapi belum diresmikan secara adat). Saya bertemu Jhon sahabat sekaligus adik saya ini pada 1983 ketika saya naik kelas 2 di SMA Negeri Tanjungbalai Asahan tercinta.
Waktu itu Jhon baru memasuki kelas 1 di SMA yang sama. Segera kami menjadi akrab karena memiliki banyak kesamaan yang tidak usah saya sebutkan di sini agar tidak dikira mau pamer.
Suatu kali sewaktu saya singgah di rumah Jhon di Asrama Polisi, saya berkenalan dengan ibundanya, dan jadi semakin tahu tentang diri Jhon, yang ternyata adalah anak siampudan (bungsu) dari banyak bersaudara, dan ternyata almarhum bapak Jhon bersahabat dengan almarhum kakek saya, Mr. Yap Chenghuat, karena mereka memiliki hobi yang sama, berburu dan memancing labi-labi (kura-kura berukuran besar).
Keluarga pak Simanjuntak ini juga anggota jemaat Gereja Methodist I. Dulu, para perantau dari Tano Batak yang juga jemaat Methodist ditampung di rumah almarhum kakek yang menjadi Kepala Sekolah sekaligus panatua gereja. Kemudian, setelah jemaat Batak semakin banyak, Gereja Methodist I diserahkan kepada mereka dan kakek saya mengumpulkan dana untuk membangun Gereja Methodist II.
Persahabatan kedua orang tua ini berlangsung sampai masing-masing dari mereka meninggal dunia, dan dilanjutkan pada 1983 oleh anak dan cucu dari mereka.
Persahabatan saya dengan Jhon sendiri berlangsung sampai saya tamat SMA pada 1985 dan melanjutkan kuliah ke Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera. Kelihatannya persahabatan kami ini tidak akan seperti dalam 2 tahun kami berada di SMA yang sama, namun tak disangka tak diduga, saya bertemu Jhon lagi pada 1986 di Medan karena dia juga diterima di Jurusan yang sama.
Keseriusan Jhon sebagai seorang pembelajar terungkap dari kesaksian seorang teman bernama Hinsa Siahaan:
"Dulu kutengok si Jhon itu serius kali bah, sampai-sampai di dalam kamar tidurnya tersedia sebuah papan tulis yang dia penuhi dengan segala macam rumus. Pernah ketika aku iseng, kuganti-ganti rumus-rumus itu secara asal-asalan. Si Jhon tahu tapi diam saja, dan langsung dia perbaiki rumus-rumusnya sekalian menyembunyikan spidolnya, hahaha........."
Medan, mulai 1986
Saya dan Jhon tiap hari bertemu di kampus dan melanjutkan persahabatan kami sejak SMA, atau lebih jauh lagi persahabatan kakek saya dengan bapak Jhon sejak zaman kolonial Belanda. Suka duka yang kami lewati bersama terlalu panjang untuk saya sampaikan di sini.
Singkat cerita, kami pernah mengontrak sebuah rumah di bilangan Medan Johor pada 1990, dengan uang kontrakan per tahun Rp. 260.000, bertiga dengan seorang teman kuliah lainnya, Hardizon.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup saya setelah berhenti bekerja di Tanjungbalai agar bisa lebih fokus kuliah, saya pernah selama beberapa minggu sewaktu libur semester berjualan dengan sepeda motor. Jhon membantu saya menjual barang dagangan berupa tali rafia, gincu, paku payung, dll ke Tanah Karo Simalem.
Sekarang, setelah lebih dari 3 dekade berlalu, kami tetap bersahabat, namun terpisahkan oleh jarak karena Jhon menetap di Medan sedangkan saya sudah di Jonggol. Kami hanya bertemu kalau saya sesekali ke Medan dan di luar itu kami berkomunikasi via WA.