Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyikapi Sengketa Semur Jengkol dengan Pizza di Kompasiana

13 Agustus 2021   09:48 Diperbarui: 19 September 2021   05:48 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semur jengkol. Sumber:  https://www.idntimes.com/food/recipe/putriana-cahya/resep-semur-jengkol-yang-empuk-dan-gak-bau

Ada ucapan daoistik yang berbunyi:
"Yang benar tidak benar-benar benar, apa yang tampak demikian tidak benar-benar demikian
Nah, walaupun
Yang benar benar-benar benar, apa bedanya dengan yang salah tidak bisa kita selesaikan dengan argumen sederhana,
dan, walaupun
Apa yang tampak demikian benar-benar demikian, apa bedanya dengan yang bukan demikian juga tidak bisa kita selesaikan dengan argumen sederhana."

Jadi buat apa saling beragumen satu sama lain? Buang-buang energi saja.

Dari sejarah, kita bisa melihat contoh seseorang yang nrimo ini, dalam artian kebenaran yang dia temukan dan yakini hanya dia simpan untuk dirinya sendiri sampai akhir hidupnya.

Jika Anda bukan anggota masyarakat bumi datar, Anda tentu meyakini atau setidaknya tidak membantah bahwa bumi itu bulat seperti bola. Penemu bulatnya bumi itu adalah Galileo, namun dia hidup di zaman yang tidak bisa menerima trend yang dia bawa.
 
Galileo pada dasarnya begitu benar sehingga dia menawarkan interpretasi yang benar tentang bumi dan tata surya, yang diterima bahkan hingga saat ini. Namun, Galileo memilih untuk mundur dan diam setelah menemukan gagasan-gagasan cemerlangnya itu, padahal tidak ada orang yang mampu berdebat dengan dia secara saintifik pada masa hidupnya.

Jika sikap nrimo ini bisa kita lakoni, maka saya yakin bahwa suasana menulis pun akan sangat kondusif. Saya sendiri sekarang sedang fokus menyelesaikan e-library saya yang kedua di Kompasiana, Fisika untuk Hiburan, setelah sebelumnya menyelesaikan Tabel Periodik Unsur Kimia.

Saya bisa dengan cepat mengerjakan artikel-artikel ini karena bahan-bahannya tersedia dalam diary saya, yang tinggal saya rapikan di sana sini lalu diformat menjadi artikel. Hal-hal lain tidak terlalu saya pikirkan.

Saya sudahi artikel ini dengan peribahasa kampung saya, Tanjungbalai Asahan:
Lain yang bengkak, lain yang bernanah.
Lain yang ditetak, lain yang patah.

Wahai rekanda Kompasianer, akur-akurlah kita.

Jonggol, 13 Agustus 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun