Berbicara tentang belerang mengingatkan saya akan pemandian air panas Sipoholan, Tapanuli Utara, sebuah objek wisata alam yang terbentuk akibat letusan Gunung Martimbang, yang mengandung belerang.
Dikenal sejak zaman kuno, belerang adalah salah satu dari sedikit non-logam yang bisa  ditemukan murni di alam. Unsur kristal kuning ini ditemukan dalam jumlah besar di dekat kawah gunung berapi. Nama lain untuk belerang adalah "batu belerang" ("brimstone"), yang mengacu pada cara kristalnya terbakar, meleleh menjadi cairan merah darah.
Banyak senyawa belerang berbau tidak sedap. Misalnya, bau seperti telur busuk dari kolam vulkanik yang disebabkan oleh gas Hidrogen sulfida (H2S). Contoh lain termasuk semprotan sigung (skunk), zat gas yang dipancarkan oleh bawang merah cincang, dan bau bunga bangkai (Titan arum, Amorphophallus titanum).
Air hijau mendidih dari mata air di dalam cekungan ini mengandung belerang murni serta senyawa asam sulfat (H2SO4) yang beracun. Saat air menguap, endapan belerang menumpuk di sekitar tepi kolam, membuat bentuk yang indah di sepanjang lanskap yang luas. Turis berkunjung untuk mengagumi pemandangan luar biasa di Danakil, meskipun kondisi yang tidak ramah di daerah tersebut memberinya gelar "tempat paling kejam di bumi."
Belerang adalah unsur penting bagi semua makhluk hidup, utamanya terdapat dalam banyak protein. Tubuh manusia mengandung sekitar 140 gram belerang. Tidak ada asupan makanan yang direkomendasikan untuk belerang, makan protein saja sudah cukup.
Ada lebih banyak alotrop (bentuk berbeda) dari unsur belerang ketimbang unsur lainnya. Yang paling umum dari 30 atau lebih yang dikenal adalah 2 padatan kristal kuning cerah yang merupakan molekul yang masing-masing terdiri dari 8 atom belerang. Dipanaskan hingga sekitar 200C, kedua padatan ini meleleh untuk membentuk cairan kental berwarna merah tua, di mana molekul 8 atom tetap utuh.
Nama belerang berasal dari kata Latin, Sulpur atau Sulfur. Orang Yunani kuno menyebut belerang theion, sebuah kata yang bertahan dalam beberapa senyawa yang mengandung belerang, banyak di antaranya dimulai dengan awalan "thio-", termasuk kelas senyawa yang disebut thiol.
Pada 1770-an, kimiawan Prancis Antoine Lavoisier menyusun definisi modern tentang unsur sebagai zat murni dari satu jenis, dan senyawa sebagai gabungan lebih dari satu unsur. Pada 1777, Lavoisier menyadari bahwa belerang adalah sebuah unsur, dan dia memasukkannya ke dalam senarai 30 atau lebih unsur yang diketahui pada masa itu.
Catatan:
Selama ratusan tahun, nama belerang dalam bahasa Inggris dieja dengan 2 cara: "sulfur" dan "sulphur". Di Amerika, "sulfur" berlaku sampai akhir abad ke-19, sedangkan di Inggris, "sulphur" sampai 1990, ketika Badan Internasional Kimia Murni dan Terapan (International Union of Pure and Applied Chemistry/IUPAC) menetapkan bahwa semua kimiawan berbahasa Inggris harus menggunakan "sulfur."
Karena ditemukan asli, belerang dikenal orang pada peradaban kuno. Bahkan sebelum catatan sejarah dimulai, orang menggunakan Merkuri (II) sulfida (HgS) yang berwarna merah-jingga terang, yang juga dikenal sebagai Cinnabar, sebagai pigmen untuk melukis di dinding gua. Cinnabar juga menarik bagi para alkimiawan, karena pemanasannya menghasilkan manik-manik logam Merkuri yang mengkilap, yang sampai sekarang masih menjadi bijih utama penghasil Merkuri.
Di Amerika Tengah, belerang dipanaskan bersama karet alam, yang membuat karet kurang lengket dan lebih elastis dan tahan lama. Prosedur yang kemudian dikenal sebagai vulkanisasi ini ditemukan kembali pada 1839 oleh inventor Amerika Charles Goodyear.
Karet adalah polimer alami yang terdiri dari molekul-molekul panjang, masing-masing terdiri dari satuan yang berulang dari molekul yang lebih kecil. Atom belerang membentuk ikatan di antara molekul-molekul polimer panjang yang disebut ikatan silang (crosslink), yang bertanggung jawab atas peningkatan elastisitas dan stabilitas. Beberapa polimer sintetik secara rutin divulkanisasi agar cocok untuk dijadikan produk konsumen, mulai dari ban kendaraan hingga sakelar karet silikon dan sol sepatu.
Kepala korek api paling awal yang bersalut belerang dibuat di China pada abad ke-6. Pada abad ke-9, para biksu dan alkimiawan di China menemukan penggunaan belerang sebagai sebagai bahan bubuk mesiu.
Belerang juga diekstraksi sebagai produk sampingan dari peleburan beberapa bijih logam. Salah satu bijih tersebut adalah Pyrite, mineral Besi sulfide (FeS2). Sepanjang sejarah, beberapa penambang salah mengira Pyrite sebagai emas, karena kilau logamnya dan fakta bahwa kadang-kadang memiliki rona emas, membuat Pyrite mendapat julukan "emas bodoh."
Ada beberapa senyawa belerang yang sangat penting. Natrium metabisulfit (Na2S2O5) banyak digunakan sebagai disinfektan dan pengawet dalam pembuatan anggur dan bir. Natrium metabisulfit melepaskan Sulfur dioksida ketika larut dalam air. Sulfur dioksida biasanya berupa gas yang diguanakan untuk mengawetkan buah dalam penyimpanan dan pengangkutan.
Penggunaan utama Sulfur dioksida adalah sebagai prekursor dari salah satu senyawa terpenting dalam industri kimia modern: asam sulfat. Produksi asam sulfat dunia mencapai lebih dari 200 juta ton setiap tahun. Asam sulfat memiliki banyak kegunaan, termasuk  pembuatan pupuk, deterjen, pewarna dan obat-obatan, dan sebagai elektrolit dalam baterai mobil asam timbal.
Senyawa belerang penting lainnya adalah Sulfur heksafluorida (SF6), yang merupakan gas pada temperatur biasa. Sulfur heksafluorida digunakan sebagai isolator pada sakelar besar di pembangkit listrik dan gardu listrik, dan juga digunakan sebagai gas yang mengisi beberapa jendela berlapis ganda.
Meskipun belerang murni tidak berbau dan memiliki toksisitas yang sangat rendah, banyak senyawa yang mengandung belerang yang bau dan beracun. Bau bawang merah dan bawang putih, serta bau kentut yang tidak enak, semuanya disebabkan oleh senyawa belerang  organik.
Kepustakaan:
1. How It Works - Book of the Elements, ed. 5, Imagine Publishing Ltd., United Kingdom, 2016.
2. Periodic Table Book - A Visual Encyclopedia, Dorling Kindersley Limited (Penguin Random House), Great Britain, 2017.
3. Diary Johan Japardi.
4. Berbagai sumber daring.
Jonggol, 1 Juli 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H