Karena saya adalah orang yang suka mengamati dan menemukan keberlindanan, maka dalam artikel ini saya pun mengulas tentang keberlindanan antara peribahasa dengan personal branding. Saya lebih setuju jika kata "development" pada personal branding development diterjemahkan sebagai perkembangan (bukan pengembangan atau pembangunan) karena ia akan terbentuk sendiri mulai dari "aku."
Dalam artikel Peribahasa dalam Beberapa Bahasa tentang Personal Branding ini saya akan menyajikan sebanyak dan seluas mungkin aspek "aku" dan konsekuensinya.
Untuk keperluan penulisan artikel ini, saya mengubah sedikit sebuah catatan akhir pada Bab 6. Aturan Nomor Dua - Kejujuran Mutlak, buku Power Positive Doing, karya Ivan Burnell, terjemahan Johan Japardi:
Siapakah aku? Setiap aku adalah sebuah komposit dari beberapa aku:
1. Aku yang orang-orang lain pikir adanya aku.
2. Aku yang aku pikir orang-orang lain pikir adanya aku.
3. Aku yang aku ingin orang lain pikir adanya aku.
4. Aku apa adanya aku, ketika tidak ada orang lain yang melihat dan sedikit kemungkinan aku dipergoki, tidak masalah apa pun yang aku lakukan.
Dengan kejujuran mutlak, maka aku pada #1 s/d  #3 tidak akan bias dan benar-benar  mencerminkan aku pada #4 (aku yang sejati). Jika tidak demikian, maka segala masalah pun timbul, termasuk masalah yang terkait dengan perkembangan personal branding itu.
Kata Jonathan Safran Foer: Maybe that's what a person's personality is: the difference between the inside and the outside (Mungkin begitulah kepribadian seseorang: perbedaan antara luar dan dalam).
Semakin dekat seseorang dengan diriku, semakin kenallah dia akan aku yang sejati: Tak kenal maka tak sayang (Jika kita tidak mengerti atau memahami sesuatu hal/benda maka kita tidak akan tahu arti sebenarnya dan tidak dapat menghargai hal/benda tersebut).
Orang yang mengenal aku secara tidak langsung, entah melalui apa yang dia dengar dari orang lain atau tulisanku, tidak benar-benar mengenal aku yang sejati, karena: Rambut sama hitam, hati berlainan, dan berkemungkinan mengalami: Indah kabar dari rupa (Berita/kabar yang dilebih-lebihkan dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya), karena bisa jadi aku hanya melakukan pencitraan diri ala #3, Aku yang aku ingin orang lain pikir adanya aku, atau: Lain di mulut lain di hati (Perkataan seseorang yang diucapkan di mulut tetapi lain di hatinya).
Namun ada juga peribahasa yang mengingatkan aku agar kembali ke jalur kejujuran mutlak itu: Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga (Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga), Bacang dibungkus tentu baunya keluar juga (Orang tua yang membuang anaknya sendiri agar tidak malu pada orang lain) dalam konteks tak ada rahasia yang bisa ditutupi selamanya, atau lebih ekstrem lagi:
Sepandai-pandai menyimpan bangkai, akhirnya akan tercium juga (Sepandai-pandai menyimpan kebusukan, pasti akan ketahuan juga), atau peribahasa intinya: Becik ketitik ala ketara (Perbuatan yang baik akan kelihatan baiknya, perbuatan yang jelek juga akan ketahuan).
Almarhum Erwin Schrödinger, seorang ilmuwan pemenang Hadiah Nobel yang sangat terkenal karena karya terobosannya dalam fisika dan filsafat, adalah salah seorang di antara orang-orang yang sangat saya kagumi. Erwin Schrödinger saya "kenal" melalui buku Introduction to Quantum Mechanics terbitan 1940, karya almarhum Linus Pauling, seorang pemenang Hadiah Nobel juga, yang mengatakan bahwa rahasia panjang umur beliau, yang meninggal pada usia 93 tahun, adalah karena mengkonsumsi 3.000 mg vitamin C setiap hari.
Pokoknya, perkara kehebatan Erwin Schrödinger tak perlu kita bahas lagi. Sayang sejuta sayang, saya pernah shok ketika membaca berita tentang Erwin Schrödinger bersama 4 orang lagi yang tidak kalah hebatnya, dalam laman 5 Famous Historical Figures You Didn't Know Were Perverts.
Karena saya memilih sikap: Mikul dhuwur mendhem jero, apalagi terhadap orang yang sudah meninggalkan dunia yang fana ini, maka saya juga memilih untuk tidak membeberkan lebih lanjut apa isi berita itu, biarlah laman tersebut saja yang melakukannya, dan juga para pembaca yang karena penasaran, membaca tuntas berita itu, tapi saya sarankan bukan untuk mengikuti perilaku kelima orang itu, tapi menjadikan perilaku mereka untuk membuat diri Anda semakin: Eling lan waspada, untuk tetap menjadi aku #4, aku yang sejati.