Personal Branding
Terlebih dulu, saya mau menanyakan, apakah personal branding itu perlu? apakah perlu dikembangkan? Semuanya tergantung perspektif masing-masing orang, dalam hal ini Kompasianer.
Jadi yang saya tulis dalam artikel ini adalah Perspektif Saya tentang Personal Branding Development sebagai Kompasianer, dan bukan untuk dijadikan semacam acuan bagi para Kompasianer lain, Anda semua unik dan memiliki perspektif masing-masing yang unik pula.
Sebuah kisah untuk direnungkan:
Pada suatu hari, Edward yang biasa diberi tugas keluar kota oleh perusahaannya, hendak pulang ke rumah setelah semua agendanya di sebuah kota lain dia tuntaskan.
Di dalam sebuah taksi yang mengantarkan dia ke bandara, dia berpikir: "Kali ini aku pulang, sudah kutargetkan, selama seminggu sebelum keluar kota lagi, saya sekarang menargetkan frekuensiku bertengkar dengan isteriku maksimum hanya 3 kali sehari, kalau bisa 2 kali atau bahkan 1 kali. Kalau nol, mempertimbangkan situasi dan kondisi pernikahan kami, kalau pun  tidak saya katakan mustahil, tapi sangat tidak realistis.
Edward adalah seorang eksekutif yang highy organized (sangat tertib), apa-apa dia tuangkan dalam bentuk rencana. Itulah perspektif yang sudah built-in di dalam diri Edward, dan sekarang perspektif saya:
Menulis di Kompasiana adalah salah satu dari sekian banyak kegiatan harian saya, dan saya bisa mengalokasikan semakin banyak waktu untuk menulis di Kompasiana karena sedang  Bekerja dari Rumah (Work from Home/WHF) di Kantor Kecil Kantor Rumahan (Small Office Small Home Office/SOHO) saya.
Seperti yang saya sebutkan dalam beberapa artikel saya sebelumnya, sebelum mengerjakan sesuatu, yang menjadi pertimbangan saya adalah YA atau TIDAK, dengan segala konsekuensinya masing-masing. YA dan TIDAK mustahil bisa berlaku sekaligus dalam waktu yang sama. Dalam hal menulis, pertimbangan saya adalah:
1. Kalau aku tidak bisa menulis, sebaiknya aku jangan nulis.
Kalau aku tidak ikhlas menulis, sebaiknya aku jangan nulis.
Kalau aku tidak bahagia sebelum dan sesudah menulis, sebaiknya aku jangan nulis.
Tujuanku menulis: tulisanku menunjukkan kualitasku dalam mengolah rasa menjadi karya tulis, bermanfaat bagiku maupun sebanyak- banyaknya orang yang membacanya.
2. Apa perlu aku pikirkan segala hal yang terjadi setelah artikelku tayang? Tidak perlu.
Kenapa? Karena akan berpotensi membuatku pusing dan..................tidak bahagia.
Lihat artikel saya: Selamat Berbahagia Setelah Menulis: Sebuah Cerpens.
Berangkat dari 2 pertimbangan inilah saya menayangkan semua artikel saya. Lalu apa kaitannya dengan personal branding saya?