Salah sebuah hobi yang menjadi kebiasaan saya sejak kecil adalah pengarsipan. Ada teman saya yang diberi talenta, sekali saja dia pergi ke suatu tempat, mau sejauh atau serumit apa pun jalan menuju tempat itu, besok-besoknya dia bisa ke sana lagi tanpa kesasar, kalau saya tidak.
Tapi kalau saya menulis, spasi, titik, koma, tanda penghubung dan semua tanda baca lain tersusun dengan kerapian yang mendekati sempurna. Saya melihat dalam buku-buku, ada dua cara penggunaan tanda kutip, contoh:
1. Dia pun lalu berkata, "..................,"
2. Dia pun lalu berkata, "..................",
Saya memilih yang pertama.
Dari pengalaman membaca buku, saya malah menemukan typo 1 huruf saja, lihat gambar judul artikel saya: Coba-coba Menyelami Puisi Ali Musri Syam: Buku, Nasibmu Kini.
Hampir setiap hari saya menulis diary untuk mengarsipkan rasa yang saya peroleh dari pemikiran, pengamatan, pembelajaran, kegiatan, pengalaman dll. Dulu dengan menulis menggunakan pena dan media berupa buku, kemudian mengetik dalam beberapa jenis desktop publisher. Kadang-kadang file yang sudah saya ketik saya print menjadi buku berukuran B5 ISO (ukuran buku teks). Untuk berbagai keperluan, sudah sejak lama saya menyetok 40 rim (setara 40.000 halaman bolak-balik) kertas B5 dan sampai sekarang belum habis terpakai.
Sedikit banyaknya ada ketergantungan pengolahan rasa menjadi karya itu pada faktor-faktor seperti kilatan gagasan imajinatif (lihat artikel saya dengan judul yang bersesuaian), lingkungan dan suasana hati.
Lingkungan tidak jadi masalah bagi saya karena saya sudah terbiasa dengan ruang kerja yang bagi saya sudah paling tenang dan nyaman). Nah, suasana hati ini. Walau saya hampir tidak pernah mengalami suasana hati yang bisa menghambat saya menulis, itu saya alami juga beberapa kali, dan akibatnya? Diary yang saya tulis menjadi kurang lengkap (ini saya atasi dengan hanya menuliskan poin-poin terpenting saja).
Saya hanya merasa sedikit tidak nyaman karena salah sebuah tujuan terpenting saya dalam menulis diary adalah agar Putri dan Eca bisa membacanya kelak. Saya tidak pernah membagikan isi diary itu kecuali dengan langsung berinteraksi dengan orang lain, misalnya berdiskusi, mengajari anak-anak budi pekerti, matematika, harmonika, biola, dan lain-lain sebagainya. Di luar semua itu, waktu saya adalah untuk diri saya sendiri (me time), dan sekarang, dengan menulis artikel, dengan sendirinya saya sekalian berbagi manfaat kepada para pembaca saya, dan dari hari ke hari menambah semakin banyak teman. Â
Kemudian tibalah tanggal 28 Maret 2021, saya registrasi di Kompasiana, dan sejak 2 April 2021 saya menayangkan artikel-artikel saya, dimulai dengan Yuk, Minum Kofi (bukan kopi).
Ini adalah sebuah perubahan besar bagi saya, menulis diary dengan 2 backup sekaligus, file yang saya arsipkan dalam komputer dan artikel di sawang (cloud) Kompasiana.Â
Selain diary yang saya tulis secara harian, satu per satu tulisan dalam file diary di komputer saya juga saya konversi ke dalam artikel. Jadi masih banyak yang belum saya konversi dan saya tidak akan kehabisan bahan, namun pada bulan April 2021 saya terlalu menguras tenaga dan menghasilkan 120 artikel dalam 29 hari, dan mulai awal Mei 2021 agak saya rem, fokus dulu dengan penayangan diary baru dan mengurangi diary lama, dan artikel ini adalah artikel ke-206 saya (86 artikel dalam 30 hari).
Karena hal yang paling saya utamakan dalam menulis adalah berbagi manfaat kepada sebanyak-banyaknya orang, sebelum menayangkan sebuah artikel, saya pastikan dulu: apakah bermanfaat?