Kilatan.
Kita menggunakan setidaknya empat organ tubuh dalam berkomunikasi: mata, telinga, mulut, dan tangan. Mata untuk membaca, mata dan mulut untuk membaca dengan bersuara, telinga untuk mendengarkan, tangan untuk menulis atau mengetik atau berkomunikasi dengan bahasa isyarat, dan mulut untuk berbicara. Dalam komunikasi nonverbal, transfer informasi dilakukan melalui penggunaan bahasa tubuh, misalnya kontak mata, ekspresi wajah, atau gerakan tubuh.
Semua organ yang kita gunakan ini saling berinteraksi satu sama lain, buku ada yang menulis dan membacanya, percakapan ada yang secara secara bergiliran berbicara dan mendengarkan. Tentunya otaklah yang mengendalikan semua ini, dan di dalam pikiranlah "rasa" itu tersimpan.
Cara yang digunakan untuk mengumpulkan rasa dimulai dengan pembelajaran yang melibatkan empat organ di atas. Setelah membaca, rasa yang dimiliki dituangkan dalam bentuk kata-kata lisan maupun tulisan. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula yang bisa dituliskan untuk tujuan dokumentasi maupun dibagikan kepada orang lain.
Setajam-tajamnya pikiran, masih lebih tajam (runcing) sebuah mata pensil yang tak diasah sekali pun.
Menulis mengandalkan daya ingat untuk memaparkan rasa menjadi karya. Rasa ini adalah tumpukan pengetahuan, pengalaman, dan pemikiran yang diperoleh dari pembelajaran dari buku atau media lain, dan dari membaca kehidupan itu sendiri.
Alam takambang jadi guru.
Dalam menulis diperlukan kemahiran mengolah rasa menjadi kata-kata yang tertib, komunikatif, menarik, dan bermanfaat bagi orang lain, setidaknya orang yang bisa mengapresiasi karya yang dihasilkan. Ini tidak menjadi masalah jika rasa yang kita paparkan itu sudah merupakan kebenaran yang disepakati umum: tentor kimia menulis tentang sebuah topik pembelajaran kimia siswa SMA, seorang siswa menulis tentang angklung sebagai pemenuhan PR dari gurunya, seorang wartawan menulis reportase sebuah peristiwa yang baru terjadi, seorang individu menulis diary dari pengalaman harian dia, dll.
Tidak menutup kemungkinan misalnya, seorang Apoteker seperti saya juga menulis tentang pembelajaran matematika, karena memang saya terus belajar dan mengamati tentang matematika, dan sering berdiskusi dengan Putri maupun murid-murid informal saya, dan mendokumentasikan semua semua kegiatan saya terkait pembelajaran matematika. Saya juga bisa menulis topik Kuliner dan Foodie karena saya juga seorang epikur dan chef.
Passion (untuk menulis) tidak bisa dibatasi oleh ijazah yang dimiliki seseorang.
Bagaimana dengan seorang penyair?
Saya sangat salut dengan talenta para penyair. Mereka adalah orang-orang terpilih untuk mengolah rasa dengan cara yang tidak dilakukan orang kebanyakan: Menggunakan kata sesedikit mungkin untuk menulis sebuah puisi.