5. Roadmap seharusnya dibaca roudmép, bukan rodmép, kalau rod artinya batang.
Memang kesalahucapan ini tampaknya tidak memiliki dampak apa-apa, tapi kalau kita mau memperhatikan dan memperbaikinya, katakanlah pengucapan kata bahasa Inggris, maka pengucapan semua kata yang mengandung “o” atau “ou” akan menjadi benar hanya dengan mengubah kebiasaan membaca yang keliru dan kacau itu.
Cara benar yang bisa digunakan adalah dengan mengingat nama “Sutejo,” yang dibaca "Sutéjou," dan tak mungkin dibaca “Sutéjo,” apalagi "Sutejo."
é (e taling) atau éi?
Selain o dan ou, dengan tingkat kekerapan yang lebih kecil, banyak orang yang tidak membedakan é (e taling) dengan éi, sehingga éi dibaca sebagai é (e taling).
Memang bahasa apa saja memiliki inkonsistensi pengucapan, namun, kita bisa mengambil patokan umum bahwa, dalam bahasa Inggris misalnya, prioritas pengucapan bunyi vokal dalam kata mengacu ke bagaimana vokal itu sendiri dibunyikan dalam alfabet. Dalam hal ini, yang saya maksudkan adalah vokal a yang mestinya dibaca sebagai éi*, tentu saja dengan beberapa pengecualian.
Dengan demikian:
1. Facebook seharusnya dibaca féisbuk, bukan fésbuk.
2. Frame seharusnya dibaca fréim, bukan frém.
3. Image seharusnya dibaca iméij, bukan iméj.
4. Name seharusnya dibaca néim, bukan ném.
5. Sailing seharusnya dibaca séiling, bukan séling.
6. Statement dibaca stéitmen, bukan stétmen.
*Saya cukup menggunakan tanda pengucapan vokal dengan mengacu ke cara membaca bahasa Jawa, bukan transkripsi atau skrip atau notasi fonetik karena hasilnya sama saja untuk contoh ini.
Kesalahan dengan menghilangkan vokal i juga terjadi pada kata-kata yang berakhir dengan "ion" yang mestinya dibaca "ien" bukan "en".
Contoh:
1. Fashion, seharusnya dibaca feshien, bukan feshen.
2. Condition, seharusnya dibaca kondisien, bukan kondisen.
Kalau cara membaca/mengucapkan sudah dibenarkan, Anda akan menyadari bahwa banyak kata di luar contoh di atas masih sangat banyak, terlalu banyak untuk saya tuliskan di sini.
Jonggol, 15 April 2021
Johan Japardi