Dipersembahkan buat: Putri Natalia Japardi.
Inggil adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa yang bermakna: tinggi atau jangkung.
Untuk selanjutnya, kata ini saya gunakan bukan hanya dalam konteks "Jawa" melainkan "universal."
Aplikasi "inggil" ke dalam "bahasa," yang membentuk "bahasa Inggil" menjadikannya berada dalam salah sebuah tingkatan (ketinggian) bahasa, dan dimaknai sebagai "bahasa tingkat tinggi."
Saya bukan mau membahas secara rinci tentang tingkatan bahasa yang banyak itu (Ngoko saja ada yang membaginya menjadi 3: ngoko lugu, ngoko antya-basa, dan ngoko basa-antya, dan ada pula yang yang membaginya menjadi ngoko lugu dan ngoko andhap, lalu ngoko andhap dibagi lagi menjadi ngoko antya-basa dan ngoko basa-antya), belum lagi tingkatan di atasnya: madya, krama, inggil, bahkan kedaton. Bukan ke sini tujuan saya dan mari kita fokus ke konteks inggil.
Tingkatan yang saya katakan banyak itu membuat "ketinggian" inggil menjadi lebih relatif, namun dari konteks makna, nilai rasa mengarahkan kata ini lebih ke "bahasa halus" atau "bahasa santun" dan konteks inilah yang hendak saya jadikan sebagai landasan gagasan saya dalam artikel ini.
Dari sini, dengan memisahkan sejenak "inggil" dari kancah tingkatannya, saya memaknainya sebagai berikut:
Inggil (kata sifat): santun dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan.
Dan dengan demikian bisa menurunkan:
Inggilitas (kata benda): derajat kesantunan dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan.
Saya baru mengoin 2 (dua) istilah baru!
Kedua kata ini langsung bisa saya pinjamkan ke, saya mulai dengan bahasa Inggris:
Inggil (adjective): polite in using language, either spoken or written.
Inggility (noun): degree of politeness in using language, either spoken or written.
Â
Dalam kamus memang sudah terdapat istilah santun, namun kata ini fungsinya relatif terbatas jika dibandingkan dengan "inggil baru."
Jika inggil baru ini diterima, ketimbang mengatakan "santun dalam berbahasa," cukup gunakan 1 kata: "inggil."