Door Duisternis tot Licht (Melalui Kegelapan Menuju Terang), itulah judul buku kumpulan surat tulisan R.A. Kartini yang dibukukan oleh J.H. Abendanon dan diterjemahkan sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang” oleh Armijn Pane dan diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1922.
Di sini terlihat kepiawaian bapak Armijn Pane dalam memermanis kata-kata.
Selanjutnya, terjemahan kalimat berbahasa Latin, Mens sana in corpore sano (Sebuah pikiran yang sehat di dalam sebuah tubuh yang sehat) dipermanis menjadi “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat."
Saya tidak mempersoalkan keakuratan terjemahan ini, namun telah terjadi penyungsangan letak kata “mens” (jiwa) dengan “corpore” (tubuh) sehingga pembaca yang tidak memeriksa bahasa Latinnya bisa menyangka bahwa “mens” adalah “tubuh” dst., kecuali jika dia mengaitkan dengan “corpore” yang dari contoh-contoh lain jelas-jelas bermakna “tubuh.”
Tampaknya lama-lama penyungsangan ini berubah menjadi sebuah kebiasaan dan menimbulkan kebingungan.
Contoh:
Kata dasar “atas” bisa dibentuk menjadi “mengatasi.’ Jika dihayati, makna alternatif kata ini adalah menjadi atasan. Jika kita mengecek di KBBI, alih-alih “mengatasi” atau “menjadi atasan,” malah ada kata “membawahkan,” dengan makna menempatkan (sesuatu) di bawah; memegang pimpinan; atau mengepalai.
Demikianlah, makna sungsang ini merembes ke kata-kata kerja lain: father (mengayahi) menjadi memperanakkan, parent (mengorangtuai) menjadi mengasuh anak, dan lain-lain.
Apakah perlu kita mengoreksi penyungsangan ini? Kapan?
Jonggol, 3 April 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H