Mohon tunggu...
Frediyanto Hendrayani
Frediyanto Hendrayani Mohon Tunggu... -

Diam-diam menghanguskan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Sinis dan Naif Ala Partai Politik

20 Februari 2014   19:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semenjak bergulirnya reformasi, keterbukaan untuk berpendapat pun dibuka seluas-luasnya. Keterbukaan untuk berpendapat ini menjadikan perbedaan pendapat menjadi hal yang lumrah. Lahirnya begitu banyak partai politik dari sebelumnya hanya tiga partai besar sebenarnya adalah imbas dari keterbukaan pendapat ini. Begitu banyak politikus partai tertentu memilih keluar dari partainya dan membentuk partai baru hanya karena adanya perbedaan pendapat dan kesepahaman dengan partai yang dulu pernah ia bela.

Bila sebelum reformasi kita hanya melihat tiga parta yang ikut pemilu, maka saat ini pemilu diikuti oleh begitu banyak partai. Semua partai ini bersaing untuk memenangkan pemilu, baik itu pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Pemilu Presiden merupakan saat puncak dimana kita akan memilih seorang presiden yang akan memerintah negara. Siapa pun yang  menang dan menjadi presiden, partai pengusungnya pun ikut menang dan menjadi “partai penguasa”. Bagi partai yang kalah, tinggal memilih mau menjadi partai pendukung atau partai oposisi sesuai dengan tingkat keuntungan  partainya masing-masing. Partai pendukung biasanya akan membela setiap kebijakan penguasa dan partai penguasa, sedangkan partai oposisi akan memilih sebaliknya. Dua kutub ekstrim ini melahirkan dua sikap politik yang berbeda; politik sinis dan politik naïf.

Politik Sinis versus Politik Naif

Politik sinis adalah politik yang berbasiskan pada kecurigaan, bahkan terhadap peristiwa-peristiwa positif yang terjadi. Para penganut politik sinis tidak percaya bahwa orang bisa melakukan kebaikan. Bagi mereka, apa yang tampaknya baik sebenarnya menyembunyikan niat jahat atau egois dibaliknya. Mereka selalu curiga terhadap semua manuver politik, bahkan pada manuver yang tampak memiliki niat baik sekalipun.

Politik sinis ini sangat tepat dialamatkan pada para politikus partai oposisi yang selalu menentang segala kebijakan penguasa dan partai penguasa. Segala kebijakan yang tampaknya baik, selalu dicurigai memiliki niat yang tak baik atau sekedar pencitraan belaka dari sang penguasa. Para politikus partai oposisi ini selalu melihat segala yang dilakukan atau dikatakan oleh penguasa  mengandung ketidak tulusan dan penuh dengan kesan pencitraan. Mereka tidak bisa melihat ada hal yang baik dari apa yang dilakukan dan dikatakan penguasa, seolah-olah penguasa adalah manusia yang penuh dengan kesalahan dan dosa.

Politik naïf persis merupakan kebalikan dari politik sinis. Politik naif adalah suatu paradigma politik yang percaya begitu saja, bahwa suatu peristiwa politik yang positif memang didasarkan pada motivasi dan niat yang baik, sehingga patut dijadikan teladan. Para penganut politik naif percaya bahwa manusia itu baik. Semua tindakan manusia selalu didorong oleh niat yang tulus. Kalau pun ada kesalahan, maka itu bukanlah salah manusia, tapi keadaan yang memaksa.

Politik naif inilah yang dipraktekan oleh para politikus yang berasal dari partai pendukung. Mereka selalu mendukung setiap kebijakan yang dilakukan oleh penguasa, karena mereka percaya bahwa hal itu dilakukan memang didasarkan pada motivasi dan niat yang baik, sehingga patut dijadikan teladan. Bagi politikus yang mempraktekan politik naif ini, penguasa dilihat sebagai seorang bapak yang baik, yang patut untuk diteladani.

Politik Keutamaan

Politik sinis dan naif sangatlah tidak memadai. Masing-masing memiliki kekurangan. Para penganut politik sinis mereduksikan manusia semata-mata sebagai makhluk pembohong, suka pencitraan, dan seorang egois sejati. Sementara, para penganut politik naif seolah buta pada fakta bahwa manusia bisa menjadi makhluk yang tidak jujur dan desktruktif. Lalu, paham politik seperti apa yang perlu dikedepankan?

Politik keutamaan merupakan jalan tengah yang bisa membuat kita keluar dari posisi ekstrim, politik sinis atau politik naif. Aristoteles sendiri mengatakan bahwa keutamaan manusia sesungguhnya tidak terletak diantara ekstrem-ekstrem yang berbeda, tetapi dititik tengah antara keduanya. Politik keutamaan tidak berpihak pada kenaifan atau pun kesinisan, tetapi pada keseimbangan diantara keduanya.

Kita ambil contoh keutamaan kejujuran. Keutamaan adalah salah satu keutamaan yang harus dimiliki oleh seseorang. Tetapi, apakah orang yang terlalu jujur, hingga tidak mampu menjaga rahasia adalah orang yang berkeutamaan? Tentu saja tidak. Kejujuran yang berlebihan akan menjadi kecerobohan. Orang tidak mampu lagi menjaga rahasia. Karena itu, orang yang terlalu jujur bukanlah orang yang berkeutamaan. Sebaliknya, orang yang suka berbohong juga bukan orang yang berkeutamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun