Karakter mahasiswa seringkali dihubungkan dengan fakultas di mana dia kuliah. Sering kan kamu denger ucapan, misalnya “Pantesan, anak ekonomi!” atau “Ya emang gitu kalo mahasiswa sastra.”.
Lebih lengkapnya kamu bisa baca di artikel tipe-tipe Mahasiswa berdasarkan Jurusannya,
Intinya, fakultas tempat kita kuliah, sering membuat kita mendapatkan cap macem-macem, termasuk mahasiswa mahasiswa Fisipol. Karena embel-embel fakultasnya ada kata politiknya, mahasiswa Fisipol pun kena getahnya.
Padahal semua anggapan itu hanya asumsi yang belum tentu benar:
1. Jadi Mahasiswa Sospol Itu Calon Politikus
Ini asumsi yang sangat umum gara-gara nama fakultasnya memang begitu. Fisipol identik dengan politik, nah, mahasiswa di sana juga ya nanti akan jadi calon politikus. Tapi nyatanya tidak begitu lho.
Banyak politisi gaek di Senayan yang tidak berasal dari kampus Fisipol. Memang ada juga yang dari Fisipol, tapi cuman segelintir yang memilih jadi politisi partai.
Juga, Fisipol kan ada banyak jurusan. Ada Sosiologi, Ilmu Komunikasi, dan HI misalnya. Yang bener, jadi politikus itu pilihan, dan kebanyakan mahasiswa sospol nggak pengen jadi politikus.
2. Kerjanya Cuma Ngomong Doang
Apa sih bisanya mahasiswa Fisipol? Paling cuman omong doang. Beda kan ya, sama fakultas Teknik, Kedokteran, Pertanian, yang ilmunya jelas gunanya.
Ini juga asumsi yang salah tentang mahasiswa Fisipol. Jangan salah, ilmu politik itu banyak gunanya lho.
Negara kita ini banyak salah urus karena para politisinya tidak belajar ilmu politik, tapi malah belajar saling sikut dan ngakalin proyek kebijakan.
Nah, kalau belajar ilmu politik, kamu akan belajar bagaimana misalnya membuat kebijakan yang pro-masyarakat dan menguntungkan orang banyak.