Mohon tunggu...
Djodi Sambodo
Djodi Sambodo Mohon Tunggu... Penulis - Writing is for fun.

Just imagine one day meet Forrest Gum and run together...keep goin' run.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Sebuah Sekolah Bukan Bagian NKRI

18 April 2014   15:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat Sipadan dan Ligitan? Perselisihan klaim 2 pulau yang muncul sejak 1967 dan dengan ‘cerdik’ negeri jiran sudah melakukan perlindungan satwa, membangun mercu suar, fasilitas wisata sampai pengusiran warga RI mulai tahun 1991. Alhasil Mahkamah Internasional memutuskan ke dua pulau tersebut bukan bagian dari NKRI dan berkuranglah sebagian wilayah Indonesia.

Kejadian tersebut memang rentan terjadi pada wilayah perbatasan setiap Negara di manapun, tetapi apakah bisa dipercaya bila sebuah sekolah yang seluas 190.000 m2 (lebih kurang 18 kali luas lapangan sepak bola maksimal standar FIFA) ternyata ‘bukan’ milik NKRI artinya memiliki ‘kedaulatan’ sendiri layaknya sebuah Negara? Dengan menyandang label Internasional, sekolah yang berlokasi di Cilandak, Jakarta Selatan telah menolak kehadiran pejabat Kementerian Pendidikan yang akan menindak-lanjuti kasus pedofila terhadap anak usia TK yang merupakan siswanya. Wakil resmi dari Pemerintahan Indonesia yang sangat berdaulat sekali telah menjadi ‘warga asing’ bagi institusi pendidikan swasta tersebut. Layaknya warga ilegal (pendatang haram) yang wajib ditolak untuk memasuki sebuah Negara.

Entah apakah penolakan ini berlaku bagi elite politik yang tengah mempersiapkan pertarungan untuk memperebutkan kursi Presiden, Juli 2014 nanti? Katakanlah tujuannya bukan untuk mencari tahu penyebab terjadinya pelanggaran hukum pemerkosaan bocah di bawah umur yang sedang ramai tersebut, tetapi ingin mengadakan kontes pembacaan puisi politik atau adu ‘blusukan’. Apa pun rencana pembuktian ‘ketidak-berdaulatan’-nya negeri yang berpenduduk terbanyak nomor 4 di dunia ini pada sebuah sekolah yang berdiri di ibukotanya sendiri, peristiwa penolakan kedatangan pejabat Pendidikan Indonesia pada sebuah sekolah swasta sungguh memalukan bangsa. Tentunya menambah lagi jumlah pertanyaan kepada para pemimpin Negara dan Daerah Khusus Ibu Kota, seberapa besarkah ‘harga diri’ ke-Indonesia-annya? ***18April2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun