Mohon tunggu...
Joel Alta
Joel Alta Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cantik bukan untuk dipuji; Jelek bukan untuk di hina; Miskin bukan untuk di caci; Kaya bukan untuk di bangga; Kita disini: jitucell.com // habatekno.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Kembali Momentum Sumpah Pemuda

28 Oktober 2014   16:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:27 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Sumeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia".

Bung Karno, Presiden Pertama Indonesia.

Sebuah momentum perjuangan kembali kita lalui dipenghujung tahun yang morat-marit ini, destinasi masa yang mengharuskan kita merefleksi lagi jerih payah pejuang yang telah membesarkan nama bangsa di mata rakyat dunia.

Kita boleh sedikit berbangga pada sejarah yang telah dicetak para pendahulu untuk anak cucunya, dengan jarih payah yang teramat sangat, perjuangan tanpa henti, kucuran keringat, darah, bahkan harta telah menyulap tanah ini menjadi sepetak lahan yang diakui dunia akan kemakmurannya, kaya sumber dayanya, dan keramah-tamahan penghuninya.

Ini tidak terlepas dari peran pemuda masa lalu, pemuda yang tidak kenal lelah, pemuda yang selalu mengepalkan tinju untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Mereka tidak memberi sedikitpun celah untuk bangsa penjajah memporak-porandakan tanah ini. Pemuda yang mengerti akan khazanah bangsa, pemuda yang penuh kegemilangan dalam berpikir, pemuda-pemuda yang mampu memprediksi bagaimana proses kedepan yang harus mereka lakukan.

Bahkan pada masa masih bergerilya melawan penjajahan, para pemuda yang bersatu padu menyulam cikal bakal sebuah negara ini, mereka serentak menisbatkan diri menjadi bagian dari tanah air dalam satu wacana yang kemudian dinamai dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Mereka mengirkarkan bertumpah darah satu, berbangsa yang satu, berbahasa yang satu, atas nama Indonesia.

Pemuda-lah pemegang kendali kuat, ini pula awal dari kebangkitan pemuda untuk sebuah cita-cita besar mendirikan satu negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Peranan penting yang dipegang pemuda untuk rintisan sebuah bangsa baru, peran vital dalam sebuah pertempuran mulia.

Pun sesaat sebelum Proklamasi Kemerdekaan di baca oleh Bung Karno, kepiawaian pemuda dalam mengambil resiko untuk sebuah rencana berhasil dengan baik. Pemuda yang darahnya masih mendidih, sering meletup-letup mengambil langkah berani kala itu.

Mengenang lagi peristiwa Rengasdengklok, dimana pemuda yang dengan pongah menculik Soekarno dan Hatta untuk mendesak memproklamirkan kemerdekaan, ini tidak terlepas dari rasa kekhawatiran pemuda jika tidak dengan segera Soekarno mengumumkan kemerdekaan akan disangka merdeka ini pemberian Jepang. Padahal jelaslah kemenangan yang diraih berkat kegigihan dalam berjuang. Bersamaan dengan waktu itu pula Jepang telah menyerah tanpa syarat pada sekutu ketika dua kota pusatnya telah digoncangkan oleh bom atom.

Karena desakan dari pemuda, dan adanya titik terang setelah melalui malam penuh perundingan dengan berbagai kalangan, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno resmi memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia di kediamannya  jalan Pegangsaan Timur no. 56.

Jika kita berpikir lebih lanjut, tanpa semangat pemuda dan dengan kepemudaannya saat itu sepertinya negara ini belum ada wujudnya begini. Kita bersyukur atas kerja apik pemuda, membangun negara, memersatu bangsa.

Regenerasi berganti, pemuda lama telah tua, berganti dengan pemuda berikutnya. Seakan belum habis generasi gemilang, pemuda pada masa orde baru pun tidak kalah kepongahannya dalam menjaga keutuhan negara dan kestabilan ekonomi rakyat. Dimana pada tahun 1997 oleh karena krisis ekonomi moneter yang turut melanda negara kita, imbasnya rakyat menderita, pengangguran berlimpah, harga kebutuhan pokok melambung, daya beli masyarakat menurun, bahkan hingga bulan januari 1998 rupiah menembus angka 17.000 (IDR).

Sungguh sangat memprihatinkan, disamping itu pula kepercayaan masyarakat pada pemerintah semakin menurun, pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang melanda negri, dan paling heboh lagi Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata diisi oleh kroni yang tidak berdasarkan keahliannya. Kondisi inilah yang melatarbelakangi pemuda-pemuda reformasi melakukan aksi. Mereka menuntut Soeharto meletakkan jabatannya dengan menduduki gedung MPR/DPR, dan akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 era baru lahir yang diberi nama dengan Era Reformasi. Perjuangan yang dimotori oleh Amien Rais kala itu terlaksana dengan bagus, dengan hasil yang sangat memuaskan. Karena peran centralnya itu pula, Amien Rais kemudian digelar dengan sebutan Bapak Reformasi.

Pemuda, lagi-lagi pemuda. Sejarah telah mencatat pemuda telah memainkan perannya untuk keberlangsungan hidup bangsa ini. Pemuda yang dengan semangat dan idealisme telah mampu berbuat sesuatu yang bertujuan mulia dalam membangun bangsa dan negara. Tidak ada yang mengingkari ini, meski kita tidak juga berpaling dari peran golongan tua yang dapat menjalin hubungan baik dan harmonis dengan kaula muda. Dari itu, dapat disimpulkan tokoh muda merupakan tokoh kunci yang berperan dalam membangun negara yang berdaulat ini.

Bagaimana dengan pemuda masa ini?

Bukan menjebak diri sendiri, saya adalah satu dari sekian pemuda yang ditakdirkan untuk hidup di zaman sontoloyo ini. Zaman yang terkesan ego, dan penghuninya-pun tak kalah ego. Semua mementingkan diri sendiri, asal penuh isi perut sendiri. Orang lain? Biar orang lain memikirkan dirinya sendiri.

Ini bukan sebuah kicauan sambil lalu saja, boleh kita perhatikan disekitar kita. Semua sudah pada hidup nafsi-nafsi. Pemerintah mabuk sendiri, rakyat kemudian gila dengan sendirinya.

Pemuda? Kadang aku meratapi kenapa ditakdirkan hidup dizaman ini. Zaman yang payah, zaman alay, zamannya pemuda-pemuda cengeng yang merengek-rengek uang limpul untuk ngasih makan pacar di sore sabtu menjelang minggu. Pemuda kita telah hilang talenta besarnya, kita telah diperdaya oleh zaman egois, kita telah meninggalkan jauh jejak-jejak pemuda pendahulu kita. Akan bagaimanakah kedepannya negara ini?

Pemuda yang seyogyanya memegang peranan penting, telah terpengaruh oleh tipu daya serba serbi kemajuan. Kemajuan teknologi yang seharusnya membawa manfaat baik bagi perkembangan pengetahuan dan mental pemuda, justru menjerumuskan pemuda dalam lembah nista serba kepraktisan. Pemuda masa ini telah lalai dengan segala bentuk modernisasi dan westernisasi, mengikuti trend gaya hidup yang berlebihan, bahkan terkesan diperbudak oleh perkembangan zaman.

Kita menyesalkan kesengsaraan Orde baru, dan mengharap era reformasi memberi lebih. Namun yang kita ingini hanya sebatas ingin dan hayal belaka, reformasi malah lebih menyengsarakan.

Kita menyesalkan praktik KKN dan kemalangan ekonomi yang menziarahi orde baru, era reformasi pun tidak kalah gilanya. Apalagi beberapa tahun belakangan, korupsi menggurita disaat jargon "berantas korupsi hingga ke akar-akarnya" begitu merdu di-yel-yel-kan.

Apa yang salah dengan bangsa ini, apa yang kurang pada pemuda zaman ini? Zaman dengan intelektualitas yang begitu dibanggakan, tapi guru-guru besar yang dilahirkan kampus-pun tidak tau harus berbuat apa, minim kerja, tidak ada karya besar yang bisa dibanggakan. Atau hanya titel sandangan hasil manipulasi?

Keadaan buruk ini harus kita pikirkan bersama, harus kita kaji lebih intens. Bagaimana mungkin pemuda yang bermental dasar kuat, progresif dan revolusioner lebih memilih diam seribu bahasa daripada melawan ketidakbenaran yang terjadi di depan mata? Pemuda kita telah hilang ruh kepemudaannya, pemuda kita sudah ibarat seekor keledai yang siap ditunggangi kemana saja asal perut terisi, materi berkecukupan, atau lebih memilih tidur jika majikan tak berseliweran.

Pemuda, ketahuilah bahwa kita-kita inilah yang akan meneruskan tongkat estafet bangsa, beban bangsa kedepannya ada dipundak kita. Jika hari ini kita teledor, bagaimana nasib bangsa kedepannya. Kita jangan lupa bahwa bangsa besar ini ada karena kegigihan pemuda-pemuda sebelum kita. Masyarakat sangat membutuhkan tenaga dan pemikiran kita untuk mengawasi kinerja Presiden, Gubernur, Bupati, dan pejabat publik lainnya.

Bersamaan dengan momentum sumpah pemuda ini mari kita bangkit, kembali berteriak lantang. Buat perubahan kearah yang positif untuk mencapai cita-cita mulia bangsa. Jadikan momentum ini sebagai renungan agar implikasi setiap tindakan kita nantinya tepat sasaran. Jangan coreng generasi ini dengan narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya, tinggalkan semua yang berbalut maksiat, kembali pada jalan suci sebagaimana Allah dan Rasul perintahkan. Kita belum terlambat, ayo bulatkan tekad, benahi kembali mental kita, beri stimulus yang rasional, karena kitalah pemegang kendali negeri ini, kitalah pejuang baru titisan pemuda masa lalu untuk kejayaan bangsa di masa depan. Ayo !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun