Mohon tunggu...
Joehanes Budiman
Joehanes Budiman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Health, Wealth, Happiness and Beyond

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Making of The Mahatma

16 Mei 2010   07:50 Diperbarui: 18 Januari 2021   20:57 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

 The Making of The Mahatma (2006)

 

Mohandas Karamchand Gandhi - Sang Jiwa Besar

Mahatma berasal dari kata Maha (Besar) dan Atma (Jiwa). Film ini adalah film yang menceritakan perjalanan spiritual dari seorang medioker bernama Mohandas Karamchand Gandhi yang kemudian menjadi seorang Mahatma, sebuah Jiwa Besar yang nantinya mampu membebaskan negaranya dari kekuasaan asing tanpa menembakkan sebutir peluru pun. 

Bagaimana seorang Gandhi melakukan ekperimen dengan kehidupannya sendiri yang nantinya akan menyadarkan dunia bahwa ada “jenis senjata lain” di dunia ini yang dapat digunakan untuk memerdekakan diri seorang manusia dari belenggu manusia lain, sebuah senjata yang sangat beradab dan berkemanusiaan, yaitu Kasih.

Kasih - Compassion - Cinta Tanpa Syarat

Film ini bercerita tentang perjalanan hidup Gandhi selama 21 tahun di Afrika Selatan (Afsel). Tiba di negara ini pada tahun 1893 atas permintaan seorang pengusaha Afsel keturunan India, untuk menuntut sepupu pengusaha itu sendiri. Alih-alih menuntut secara hukum, Gandhi malah berhasil mendamaikan ke-2 saudara yang berseteru ini secara sopan dan baik. Tetapi menjelang kepulangannya ke India, komunitas India di Afsel terancam kehilangan haknya untuk ikut pemilu karena sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) baru sedang disusun berdasarkan politik segregrasi dan diskriminasi rasial oleh Natal Legislative Assembly. RUU ini nantinya akan menjadi jalan bagi RUU lain yang cenderung akan menindas komunitas orang kulit hitam dan berwarna di Afsel.

Selama di Afsel, Gandhi sendiri telah menjadi saksi dan korban diskriminasi rasial. Di kota Pietermaritzburg dirinya pernah dipaksa keluar dari gerbong kereta api kelas satu biarpun mempunyai tiket yang sah. Kejadian berikutnya, adalah ketika naik kereta kuda dan dipaksa memberikan tempat duduknya pada penumpang berkebangsaan Eropa. Demikian pula di beberapa hotel dan restauran, dirinya seringkali ditolak hanya karena dia berketurunan bukan Eropa (kulit putih). 

Kejadian-kejadian ini menjadi titik tolak perubahan dalam diri Gandhi untuk mempertanyakan posisi dirinya dan komunitas India di dalam masyarakat Afsel. Yang sangat menarik adalah ketika Gandhi dipaksa keluar dari gerbong kereta api kelas satu di Pietermaritzburg itu, Gandhi sedang membawa Kitab Al-quran. Dan ketika sedang merasakan "sakit hati" karena diperlakukan diskriminatif, beliau membaca satu ayat dari Al-quran, yaitu : Surat An Nisa ayat 75: "Mengapa kamu tiada mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan-perempuan, dan kanak-kanak yang semuanya berdoa: "Ya, Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri yang zalim penduduknya dan berilah kami perlindungan dari sisiMu, dan berilah kami penolong dari sisiMu". Berbekal ayat ini, Gandhi berketetapan untuk membela kaum India di Afrika Selatan secara damai. Padahal pada zaman sekarang, ayat yang sama sering dijadikan pembenaran oleh para teroris dalam melakukan aksi-aksi teror terhadap sesama dengan alasan "membela" agama/kepercayaan. 

Biarpun masyarakat India sendiri sebenarnya tidak begitu peduli dengan RUU baru itu karena selama ini mereka merasa tidak pernah dilibatkan, kecuali dalam hal pengenaan pajak, Gandhi berinisiatif menulis petisi dan surat pada Natal Legislative maupun pemerintahan Inggris untuk menolak RUU ini. Biarpun usaha Gandhi ini tidak berhasil, tapi perjuangannya berhasil mendapatkan atensi dan menarik simpati dari komunitas India. Mereka meminta Gandhi untuk tinggal lebih lama lagi di Afsel, memperjuangkan hak-hak mereka yang telah terampas. Gandhi menyetujui hal itu dan kemudian mendirikan Natal Indian Congress pada tahun 1894, serta duduk sebagai sekretaris. 

Melalui organsasi ini, Gandhi menghimpun kekuatan politik bagi komunitas India dan menerbitkan surat kabar (Indian Opinion) untuk menyuarakan suara-suara masyarakat India dan membeberkan bukti-bukti diskriminasi rasial di Afsel. Penerbitan surat kabar ini dilakukan secara sangat efisien, dan bahkan seringkali ditulis sendiri dan dibiayai dari kantong Gandhi sendiri. 

Dalam perang Boer, Gandhi mengajak masyarakat India untuk membantu pemerintah Afsel sebagai pertanda keinginan baik masyarakat India menjadi warga negara Afsel yang baik, biarpun sebenarnya mereka tidak diuntungkan dari kekalahan atau kemenangan perang ini. Mereka membentuk tim medis yang merawat tentara-tentara pemerintah yang terluka. Tapi usaha Gandhi maupun komunitas India ini tidak mendapat simpati dan penghargaan lebih lanjut dari pemerintah Afsel sendiri. Pemerintah malah kemudian mengeluarkan peraturan (ACT) yang mengharuskan setiap warga keturunan Asia, termasuk India, untuk melakukan pendaftaran ulang dengan membubuhkan sidik jari mereka pada kartu pendaftaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun