Mohon tunggu...
Joehanes Budiman
Joehanes Budiman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Health, Wealth, Happiness and Beyond

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebhinekaan Adalah Sebuah Keniscayaan

8 Juni 2010   12:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:40 2235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KEBHINEKAAN ADALAH KENISCAYAAN : Tantangan Mempertahankan Kebhinekaan.

Oleh : Amin Hasan Buchori [caption id="attachment_161883" align="alignright" width="300" caption="(Dok. Pribadi) Komunitas Pecinta Anand Ashram : Kebhinekaan Adalah Keniscayaan - Tantangan Mempertahankan Kebhinekaan"][/caption] Indonesia terdiri dari puluhan ribu pulau sehingga membuat Indonesia menjadi Negara Kepulauan Terbesar di dunia. Banyaknya pulau-pulau yang dipisahkan oleh laut, sedikit banyak telah menjadikan Indonesia menjadi "ladang subur" bagi kekayaan hayati, hewani, mineral, tradisi budaya, bahasa, dan etnis suku bangsa. Tidak mengherankan ketika PBB menetapkan Indonesia sebagai negara dengan kekayaan diversifikasi alam terkaya di dunia setelah Brazil. Sayangnya, belakangan ini, keanekaragaman ini sepertinya digugat oleh sekelompok kepentingan yang menginginkan keseragaman. Untung saja, timbul penolakan-penolakan dari beberapa tokoh masyarakat yang berani bersuara lantang untuk menghentikan penyeragaman ini. [caption id="attachment_161904" align="alignleft" width="300" caption="Dokumentasi Pribadi"][/caption] Karena sebab itulah maka Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) yang anggotanya berasal dari berbagai macam suku bangsa, bahasa, profesi, latar belakangan agama, pendidikan, dan lain-lain menyelenggarakan diskusi publik yang bertema : "Kebhinekaan adalah Keniscayaan: tantangan mempertahankan kebhinekaan." Kerendahan hati dan kemanusiaan, demikianlah saripati diskusi publik di Jakarta Media Center, Senin, 7 Juni 2010. Diskusi ini dimulai pukul 09.30 WIB, diawali dengan pengumandangan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Empat pembicara yang hadir bersepakat pentingnya penanaman nilai-nilai kemanusiaan sebagai peredam bagi fundamentalisme dan radikalisme yang merupakan ancaman tak terelakkan bagi berkembangnya pluralisme. [caption id="attachment_161906" align="alignleft" width="209" caption="Prof Dr Abdul Munir Mulkhan, SU - Anggota Komnas HAM dan Tokoh Muhammadiyah (Dok. Pribadi)"][/caption] Pembicara pertama, Prof.Dr. Abdul Munir Mulkhan., SU., mengungkapkan: dirinya merasa biasa-biasa saja, tetapi entah mengapa, seringkali dimasukkan dalam golongan liberal. Menurutnya, betapa indah menyaksikan hidup ini oleh sebab keragaman. Dan begitu disayangkan adanya golongan yang berpandangan sempit yang ingin menyeragamkan segala sesuatu, terutama hubungan antara manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu, Pertanyaan yang sering diungkap: "Mengapa orang yang merasa beragama tetapi kurang peduli terhadap orang yang berbeda agama?" Membawakan presentasi dengan humor segar, Anggota Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) dan Tokoh Muhammadiyah senior ini melanjutkan bahwa ke-aneka ragam-an adalah keindahan yang justru dapat dipakai sebagai alasan kuat untuk selalu berendah hati. Pembicara kedua, Romo Franz Magnis Suseno mencoba menelusuri akar dari ancaman pluralisme. [caption id="attachment_161907" align="alignright" width="150" caption="Romo Franz Magnis Suseno - Rohaniwan Katholik (Dok. Pribadi)"][/caption] Menurut pendapatnya, masalah kebhinekaan mencakup tiga hal: Masyarakat, Tokoh, dan Negara. Dari sisi Masyarakat dan Ketokohan, bahwa tradisi yang ramah adalah pondasi penting yang telah dimiliki masyarakat Indonesia. Fakta akhir-akhir ini, tak lepas dari kodrat manusia yang memang sempit, sesuatu yang belum diketahui menjadi dicurigai. Lebih jauh, perubahan dan persaingan menjadikan orang lebih mudah untuk tidak toleran. Ketakutan akan ketertinggalan dan oleh karenanya ketertindasan menjadi pemicu menurunnya tingkat toleransi. Oleh karenanya masyarakat perlu dibantu, baik oleh panutan maupun negara. Dukungan dari kalangan intelektual beragama sungguh bermanfaat, sekalipun dengan risiko disebut sebagai liberal. Bagi Rohaniwan Senior Katholik ini, adalah amat menyenangkan ketika bisa berkenalan secara dekat dengan tokoh-tokoh agama lain yang secara intens terjadi di Indonesia mulai awal tahun 1990-an. Adapun dalam hal Negara, ketetapan atau peraturan terhadap kehidupan beragama yang dilandasi Pancasila adalah sebuah peran positif dari negara bagi berkembangnya pluralisme. Terdapat kemajuan dalam berkembangnya pluralisme. Di sisi lain juga terdapat tendensi ke arah kepicikan, di sini kelemahan negara dalam penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku yang melanggar ketetapan-ketetapan yang telah ditetapkan. Diskriminasi terhadap minoritas masih terjadi. Hal yang perlu didorong selanjutnya adalah perlunya negara membuang istilah warga non-agama resmi. Pembicara ketiga, Ida Pedanda Gde Ketut Sebali, menekankan pentingnya kerendahan hati sebagaimana diungkap oleh Abdul Munir Mulkhan, dengan lebih jauh menyebutkan : "Kebhinekaan sudah ada sedari zaman dulu, jaman perjuangan." [caption id="attachment_161909" align="alignright" width="150" caption="Ida Pedande Gde Ketut Sebali bersama Istri (Dok Pribadi)"][/caption] Bagi Ketua Sabha pandita PHDI ini, beragama yang tertinggi adalah beragama yang berperikemanusiaan. Persoalannya adalah bagaimana mengedepankan kebersamaan dalam keragaman. Dalam Pancasila disebutkan dengan jelas, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sudahkah kita berkehidupan secara beradab? Berkeadilan? Kita tidak punya hak untuk menghabisi, bertindak keras terhadap sesama yang berbeda. Harus diingat negara ini adalah negara hukum. Bukan negara agama tapi juga bukan negara yang tidak beragama. [caption id="attachment_161913" align="alignleft" width="150" caption="Prof Dr Musdah Mulia - Aktivis Perempuan dan Kebebasan Beragama (Dok. Pribadi)"][/caption] Pembicara terakhir, Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, yang terkenal sebagai aktivis isu-isu HAM, Jender, dan Demokrasi ini, berpendapat: Kebhinekaan meliputi semua aspek, tidak saja agama, tetapi juga mencakup kepercayaan, serta kebudayaan. Sayangnya, negara kita selama ini mengelola tiga aspek ini –agama, budaya, dan kepercayaan— secara terpisah pada kementerian yang berbeda. Ini adalah petunjuk kuat betapa salahnya cara hidup kita selama ini. Menurutnya, secara garis besar, Kehidupan bernegara seharusnya mencakup unsur: Keadilan, Kedamaian, Non-diskriminasi, serta Pluralisme yang berprinsip pada toleransi, penghargaan, dan pengakuan. Dalam hal menghadapi tantang pluralisme, menurutnya perlu melakukan upaya konstruktif budaya yang dimulai dari bidang pendidikan untuk membangun kebhinekaan. Hal selanjutnya yang juga perlu dilakukan adalah reformasi pada berbagai peraturan baik di tingkat daerah maupun nasional yang kurang kondusif bagi penghargaan terhadap kebhinekaan. [caption id="attachment_161917" align="alignright" width="300" caption="Peserta yang membludak sangat antusias menggunakan kesempatan untuk bertanya (Dok Pribadi)"][/caption] Sebelumnya, Peraih Penghargaan Woman of the Year 2009 dari Il Premio Internazionale La Donna Dell ‘Anno (International Prize for the Woman of the Year) Itali ini, juga mengungkapkan duka yang mendalam atas perlakuan (dan pembiaran) negara terhadap tokoh spiritualis lintas agama dan budaya, Bapak Anand Krishna yang sedang dirudung permasalahan. Selain keempat pembicara tersebut, diskusi publik yang diselenggarakan oleh KPAA ini dihadiri oleh lebih dari 200 peserta dari berbagai kalangan dan juga KH Ahmad Syafii Muhfid - Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan wakil dari Kementerian Pertahanan RI. [caption id="attachment_161916" align="aligncenter" width="500" caption="(Dok Pribadi) Foto Bersama : (dari Kiri) Dr Wayan Sayoga (Direktur Eksekutif NIM), Prof Dr Siti Musdah Mulia (ICRP), Ida Pedande Sebali (PHDI), Romo Franz Magniz Suseno (Rohaniwan Katholik), Prof Dr. Abdul Munir Mulkan SU (Komnas HAM & Muhammadiyah), Ahmad Yulden Erwin (Moderator), dan Slamet Harsono (KPAA)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun