Mohon tunggu...
Budiman Firdaus
Budiman Firdaus Mohon Tunggu... -

Perantau, Suka Menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kenapa Harus Di Mesjid ?

23 April 2011   01:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:30 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebagai umat muslim, saya sangat terkejut dengan berita beberapa hari yang lalu. Bukan hanya saya, melainkan umat muslim lainnya. Mesjid yang kita kenal sebagai tempat beribadah umat islam, tempat yang damai, nyaman, tempat umat islam bermusyawarah. Tapi berubaha menjadi tempat bom bunuh diri.

Memangnya tidak ada tempat lain? Ops, saya juga tidak mendukung adanya bom bunuh diri di gereja, atau di tempat hiburan. Manusia itu juga mempunyai hak untuk hidup nyaman dan tenang. Tapi sebagai umat muslim, saya menyayangkan kejadian itu. Bisa jadi dengan kejadian itu, orang barat sana menilai islam itu identik dengan bom, identik dengan terorisme.

Saya tidak begitu mengatahui mengenai bagaimana sejarah bom bunuh diri itu di mulai dan berasal. Dan saya juga menolak aksi bom bunuh diri tersebut. Bunuh diri sendiri saja dalam islam di larang, haram hukumnya. Apalagi melakukan bom bunuh diri, tapi mati bukan kita sendiri, melainkan orang-orang sekitar kita, orang yang tak tidak punya salah kepada kita, orang yang tidak kenal. Dimanakah letak hati nurani kita?

Kalau kita berkaca dari hukum dunia, ini sudah termasuk pelanggaran HAM. Apalagi dari kaca mata agama, terutama Islam. Islam tidak pernah mengajarkan berjihad dengan melakukan bom bunuh diri. Islam itu agama yang cinta kepada kedamaian.

Aksi-aksi bom bunuh diri, yang kerap terjadi belakangan ini, merupakan rencana yang terstruktur. Mereka sudah menyiapkan jauh-jauh hari. Mereka mempunyai alternatif-alternatif lain, mereka mempunyai bermacam cara untuk memuluskan aksi mereka. Kalau tertangkap? Mereka tidak akan berhenti, mereka akan memikirkan cara baru, taktik baru, mereka tidak akan pernah menyerah dengan keadaan, walaupun mereka sudah di cap sebagai teroris. Bagi mereka, somboyan mati satu, tumbuh seribu itu berlaku. Kita bisa lihat situasi sekarang, walaupun para pemimpin mereka sudah di tangkap, aksi mereka tetap berjalan, walaupun bos mereka sudah di hukum mati, mereka akan tetap melakukan aksi bom bunuh diri.

Kita tidak bisa menyalahkan kepolisian yang lalai dalam menindak tegas para pelaku teroris. Kepolisian sudah bertindak sesuai kodratnya, tapi semangat para pelaku bom bunuh diri tidak bisa di basmi. Mereka sudah di doktrin bahwa bom bunuh diri itu merupakan sebuah jalan menuju surga, jalan mati syahid. Padahal mereka salah, mereka itu bertindak bodoh. Seharusnya mereka memikirkan orang-orang sekitar di mereka. Bayangkan kalau orang-orang di sekitar itu keluarga mereka, apakah mereka masih mau melancarkan aksi bom bunuh diri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun