Mohon tunggu...
Jo Amatir. Greenwood
Jo Amatir. Greenwood Mohon Tunggu... wiraswasta -

cuap cuap

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tersesat

24 September 2013   23:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:26 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja masih jauh tidur di peraduanya,  dan aku masih duduk diantara bangku panjang yang terjejer rapi. Bangku penantian, bangku yang sering diduduki orang tua yang menunggu buah hatinya menuntut ilmu tuk masa depanya. Waktu terasa begitu lambat, merangkak pelan serasa sungguh pelan, dan itu sangatlah menyebalkan. Ibu kenapa kau lama sekali.

Dua jam yang lalu tempat ini , masih penuh dengan hiruk pikuk generasi masa depan, ada tawa, ada tangis, celoteh celoteh tak penting. Impian impian indah terlontar begitu saja dari mulut mulut mungil tanpa dosa. Atau bualan sabun yang melicinkan suasana. ah kenapa aku begitu merindukanya. padahal baru dua jam berlalu. sekarang sepi dan sendiri.

Ibu lekas datang, anakmu menantimu, sudah pukul 12.00 sepeda merah belum juga muncul, dalam hati rasa menunggu semakin meronta ronta, membujuk diri untuk melangkah keluar gerbang sekolah. Dan sesalku dia selalu berhasil membujuk hati ini. Dengan langkah ragu kaki pun melangkah.

Tiba di gerbang nanpak Pak Parmin mulai membersihkan trotoar, dengan senyum simpul aku melewatinya, langkahku tak pasti, tapi aku yakin aku di jalan yang benar.  dalam angan sudah menanti nasi hangat dan sayur asem masakan ibu. Sedetik kemudian bayangan Perut kenyang dan tidur siang di kasur empuk membuatku semakin berlari.

Tiba di persimpangan aku menjadi ragu. semua nampak sama, lampu merah, jalan yang padat dan ahh semua serasa sama. Belok kiri atau kanan, aku bingung. 10 meit aku terdiam, tak tahu melangkah kemana. suara klakson dan kendaraan semakin membuatku tak bisa berpikir dan itu membuatku kalut. dan aku terus melangkah, mengingat-ingat dan tetap saja aku lupa.

Sekarang di depanku ada dua jan yang terlihat mirip,  jalan ini serasa semakin besar. dan kurasa baru kali ini aku lewat jalan ini. Hanya pohon palem dan cemara yang terhampar begitu gagah menantang angin. mobil dan sepeda motor saling berlomba tuk jadi yang tercepat. Aku sadar sekarang aku tersesat. tersesat karena rindu sayur asem dan kasur empuk.

Andai tadi aku mau menunggu ibu tentu aku tak akan tersesat, andai aku sabar menanti mungkin aku sekarang sudah di rumah, makan sayur asem nan nikmat, tidur pulas di kasur dengan guling buntut favoritku. ah mungkin tadi Ibu masih sibuk menjaga warung hingga terlambat datang menjemput. ohh Tuhan tolonglah anak kecil ini.  Tuhan jangan kau deritakan anak yang tak punya kesabaran ini. aku pun menangis terisak. terlintas bayangan cerita mas anton tentang penculikan anak. di culik lalu di jadikan pengemis dan pengamen. disiksa dan di peras tenaganya.

Oh apa yang harus kulakukan, dan sekarang senja sudah terbangun, dan pandanganku semakin gelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun