Mohon tunggu...
Joditya Ruben
Joditya Ruben Mohon Tunggu... -

Pecinta fotografi, sepur, sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejuta Cerita Sejuta Kenangan di KRL Ekonomi

16 Juli 2013   14:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:28 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13739589481121852031

Pintunya tidak dapat menutup, keretanya gelap karena lampunya hilang, kipasnya sebagian besar sudah tidak terdapat baling-balingnya, atapnya penuh tambalan, dan lantainya kotor, seperti itulah wajah KRL kelas ekonomi yang beberapa waktu lagi akan ditarik dari lintas Bogor dan Bekasi.

[caption id="attachment_255085" align="aligncenter" width="389" caption="KRL Ekonomi di stasiun Jakarta Kota"][/caption]

KRL Ekonomi, atau beberapa orang menyebutnya Rheos mulai didatangkan pada tahun 1976,fresh dari pabrik Nippon Sharyou di Jepang. Petualangannya di Jabotabek sangat panjang, dimulai dari era PJKA yang dilanjut ke era PERUMKA, PT KA, dan akan segera berakhir di PT KAI. Livery silih berganti, penumpang dari generasi ke generasi, kondisinya dari pintu otomatis masih berfungsi hingga pintunya macet seperti sekarang ini.

Bagi para pengguna setianya, KRL ekonomi bukanlah sekadar kereta, banyak cerita dan kenangan di KRL tanpa AC tersebut. Mulai dari kenangan lucu, menyebalkan, hingga menakutkan pun ada. Saya jadi teringat cerita teman saya yang kala itu ada orang yang tak sengaja memegang pantograph dan dalam sekejap tercium bau daging gosong, duh!! Oke, back to topic, bisa dibilang KRL ini punya keunikan sendiri, dimana KRL ini lebih mirip pasar berjalan daripada kereta. Begitu banyak orang yang berjualan; mulai dari minuman, tahu sumedang, casing HP, karet rambut, lem, dan bahkan salak dan anggur pun dijajakan didalamnya. Tidak hanya pedagang, pengamen pun silih berganti wara-wiri di dalam kereta, tidak hanya bermodal gitar saja, bahkan ada yang ngamennya sangat niat, mereka membawa gitar listrik, keyboard, hingga equalizer ke dalam kereta untuk mengamen selama 3-5 menit.

Suasana di dalam KRL ini bisa dibilang lebih cair dibandingkan dengan KRL ber AC, yang karena dinginnya AC orang lebih suka tidur atau menyumpal telinganya dengan earset mereka. Di dalam rheos, orang dengan bebas mengobrol, tertawa, atau bahkan di level absurd yang sangat tinggi mereka bermain kartu atau gaple meskipun KRL dalam kondisi penuh, hal yang tidak dapat dijumpai dalam KRL ber AC. Satu hal lagi yang membuat KRL ini lain dari yang lainnya: atapers! Sampe Jakarta Cuma 2ribu perak, siapa yang ga mau naik? Orang berbondong-bondong masuk ke dalam rangkaian, memenuhi ruangan kereta hingga pintu diganjal, dan bila ruangan kereta sudah penuh, mereka dengan cekatan bak spiderman memanjat body kereta dan duduk atau bahkan tidur dengan nyaman di atap kereta, tidak sedikit korban kena setrum atau jatuh, tapi mereka tidak pernah kapok!

KRL ekonomi bukanlah sekedar kereta, banyak keunikan dan kenangan yang tersimpan. Sebaiknya, bagi yang ingin bernostalgia atau sekedar iseng mencoba naik KRL tanpa AC tersebut, segeralah! Karena tidak lama lagi seluruh rangkaiannya akan ditarik dari lintas.

Au revoir KRL Ekonomi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun