Kepercayaan atau sekarang disebut dengan agama memiliki proses dari zaman praaksara hingga sekarang. Proses itulah yang membawa kepercayaan hingga menjadi kepercayaan yang ada pada saat ini. Masa praaksara adalah masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Masa praaksara ini disebut sebagai zaman dimana belum mengenal tulisan dibuktikan dengan mereka masih berkomunikasi dan alat teknologinya menggunakan batu dan logam. Ada beberapa jenis kepercayaan yang ada pada masa praaksara, yitu animisme dan dinamisme. Zaman praaksara dibagi menjadi lima, yaitu Paleolithikum (zaman batu tua), Mesolithikum (zaman batu tengah), Neolithikum (zaman batu baru), Megalithikum (zaman batu besar), dan perunggu (Kemdikbud, 2022).
Yang pertama, Paleolithikum atau juga biasa disebut dengan zaman batu tua adalah zaman dimana belum adanya kepercayaan yang dianut oleh seseorang. Belum adanya kepercayaan ini disebabkan oleh manusia yang fokus untuk bertahan hidup dengan cara berburu. Pada masa itu mereka berburu dengan menggunakan kapak perimbas dan juga alat-alat seprih dan kehidupan mereka nomaden atau berpindah-pindah tempat karena kondisi alamnya, sehingga membuat mereka fokus untuk berburu dan berpindah tempat. Hal tersebut yang membuat mereka tidak memikirkan/memiliki kepercayaan apa yang mereka anut (Kemdikbud, 2022).
Yang kedua, Mesolithikum atau zaman batu tengah adalah zaman dimana sudah adanya kepercayaan, yaitu animisme dan dinamisme. Animisme yaitu kepercayaan seseorang terhadap makhluk halus atau roh. Orang yang mempercayai roh atau makhluk halus ini mempercayai setiap benda yang ada di bumi seperti gua, pohon, batu besar, ataupun kawasan tertentu mempunyai sesuatu atau jiwa yang harus dihormati agar tidak menggangu manusia dan agar membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari mereka (Afandi, 2016).
Kepercayaan zaman pra-aksara selanjutnya adalah dinamisme. Dinamisme adalah penyembahan atau pemujaan roh nenek, moyang yang sudah meninggal dan menetap di suatu tempat contohnya adalah di pohon besar. Mereka melakukan itu untuk meminta tolong membantu urusan mereka. Cara mereka melakukan itu adalah memasukkan arwah orang yang sudah meninggal tersebut ke dalam benda-benda pusaka contohnya adalah batu hitam, batu merah delima, atau benda pusaka lainnya. Ada juga yang menyebutkan bahwa dinamisme itu kepercayaan terhadap kekuatan yang berdiam pada suatu benda. Pada masa Mesolithikum ini kepercayaan tidak terlalu dianut atau dijalankan karena belum adanya aturan UU yang mengatur, tidak seperti sekarang ada UU yang mengatur untuk setiap warga negara harus beragama dan setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih agamanya masing-masing. Jadi pada masa ini mereka belum berfokus kepada kepercayaan (Afandi, 2016).
Pada zaman Mesolithikum juga peralatan mereka yang pada zaman Paleolithikum masih kasar dan besar, pada masa Mesolithikum ini peralatan yang mereka gunakan sudah mulai diperkecil dan halus. Contoh dari peralatan yang mereka gunakan pada masa itu adalah kapak sumatra dan mata panah. Dimasa ini manusia sudah hidup menetap dan dibuktikan oleh adanya Kjokkenmoddinger atau sampah kulit kerang dan juga Abris sous Roche yang berarti gua yang digunakan manusia pada saat itu sebagai tempat menetap atau tempat tinggal mereka (Kemdikbud, 2022).
Zaman selanjutnya adalah Neolithikum. Neolithikum adalah zaman dimana manusia bertahan hidup dengan cara bercocok tanam. Pada zaman ini kepercayaan mereka masih animisme dan dinamisme, tetapi karena keterfokusan manusia untuk bertahan hidup dan pada masa ini mereka bercocok tanam, jadi mereka belum berfokus kepada memilih kepercayaan yang akan mereka anut. Peralatan mereka juga sudah semakin maju, contohnya adalah kapak lonjong.Â
Yang keempat adalah zaman Megalithikum. Pada zaman ini, kepercayaan yang dianut masih sama, yaitu animisme dan dinamisme. Perbedaanya adalah pada zaman ini, animisme lebih dianut oleh manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan pada zaman ini disebut sebagai zaman batu besar dan juga produk yang dihasilkan berupa bangunan yang terbuat dari batu-batuan besar. Contohnya adalah menhir, dolmen, kubur peti batu, sarkofagus, waruga, dan patung. Itu dijadikan mereka sebagai "Tuhan" yang mereka percayai.Â
Yang terakhir adalah zaman perunggu. Pada masa ini, kepercayaan terhadap pengaruh arwah nenek moyang untuk perjalanan hidup seseorang dan upacara religius dimana itu menyertai semakin berkembangnya pada masa perundingan. Hasil budaya zaman ini adalah bagunan besar atau Megalitik yang memiliki fungsi untuk pemujaan roh nenek moyang. Contih bangunannya adalah menhir, batu berundak, dolmen. Kubur batu, skofagus, aruga dan beberapa jenis arca yang berukuran besar. Mereka meyakini bahwa arwah nenek moyang akan melindungi dan menyertai perjalanan hidup mereka jika arwah tersebut selalu dipuaskan dan diperhatikan melalui upacara-upacara. Â
Kepercayaan-kepercayaan pada masa praaksara itu berkembang lagi hingga sekarang dan juga pada masa sekarang bisa disebut dengan agama. Dari zaman Paleolitikhum sampai dengan zaman perunggu, manusia belum berfokuskan untuk memiliki kepercayaan karena mereka hanya berfokus untuk bertahan hidup dengan cara berburu ataupun bercocok tanam. Oleh karena itu lah kepercayaan belum berkembang. Berbeda dengan zaman sekarang, semua penduduk Indonesia harus memilih agamanya masing-masing. Dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara warga Indonesia harus dilandaskan dengan Pancasila dan juga hukum yang berlaku paling tinggi adalah UUD. Â
Setiap orang harus memilih agamanya masing-masing, hal ini diatur pada UUD pasal 29 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Setiap orang diharuskan memilih agamanya masing-masing dan Indonesia ini juga menganut kemerdekaan beragama. Hal ini dapat dibuktikan pada UUD pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berisikan tentang (1) setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Â
Tidak hanya pada pasal tersebut saja tetapi pada UUD pasal 28I menyatakan bahwa Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Pasal 28e ayat 1 juga menegaskan bahwa Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.Â