Mohon tunggu...
Joanne Cynthia Hutabarat
Joanne Cynthia Hutabarat Mohon Tunggu... Administrasi - Civil Servant

Senang mempelajari hal-hal baru dan memahami sesuatu secara mendalam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Hilirisasi Kelapa Sawit, Penggerak Ekonomi dan Solusi Menuju Net Zero Emission

24 Oktober 2024   19:09 Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
OECD-FAO Statistics - Dilansir dari Pertanian Press

Kelapa sawit memainkan peran yang strategis dalam menggerakan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi subsektor perkebunan pada tahun 2021 adalah sebesar 3,94 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih lanjut lagi, dalam siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mengungkapkan bahwa industri kelapa sawit menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 16 juta orang. Pada tahun 2018, ekspor produk kelapa sawit menyumbang devisa yang signifikan dengan total ekspor mencapai 28,1 miliar dolar AS, yang memperkokoh sektor ini sebagai pilar ekonomi nasional. Tentunya, semua aspek ini menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas yang menjanjikan di Indonesia.

Namun, dalam perkembangannya, industri kelapa sawit mengalami berbagai tantangan mulai dari isu lingkungan hingga perdagangan global. Isu keberlanjutan lingkungan menjadi salah satu sorotan utama dengan tuduhan bahwa industri ini berkontribusi besar terhadap deforestasi dan perubahan iklim. Misalnya, resolusi Uni Eropa tahun 2017 mengaitkan perkebunan kelapa sawit dengan kerusakan hutan hujan, yang berdampak pada penurunan pembelian produk sawit di pasar global, termasuk Uni Eropa. Negara-negara seperti Norwegia juga mendukung langkah-langkah yang membatasi impor minyak sawit yang dianggap tidak berkelanjutan.

Tantangan dari sisi perdagangan global juga mempersulit Indonesia. Persaingan dagang yang semakin ketat, disertai kampanye negatif terhadap minyak sawit di pasar internasional, menghambat upaya Indonesia untuk menguasai pasar sawit dunia. Ekspor produk sawit Indonesia ke Uni Eropa mengalami penurunan signifikan akibat tekanan regulasi dan kebijakan diskriminatif yang mendukung minyak nabati lain seperti minyak bunga matahari. Dilansir dari Pertanian Press dalam bukunya yang berjudul "Sawit Indonesia dalam Dinamika Pasar Dunia", minyak sawit memiliki peran penting sebagai salah satu sumber minyak nabati terbesar di dunia.

Berdasarkan proyeksi dari OECD-FAO, konsumsi minyak sawit akan terus meningkat drastis hingga tahun 2050. Beberapa negara berusaha untuk menggantikan minyak sawit dengan minyak kedelai. Namun, usaha ini nampaknya masih sulit untuk dilakukan karena tingkat produktivitas kedelai hanya 0.4 ton per hektar. Sementara, CPO (Crude Palm Oil) dapat diproduksi hingga 4 ton per hektar. Jika penggunaan minyak kedelai ini dipaksakan, akan muncul isu baru terkait efisiensi lahan. Artinya, sampai dengan saat ini, kelapa sawit masih menjadi komoditas yang tepat untuk menyuplai kebutuhan minyak nabati. Apabila Indonesia gagal mempertahankan posisinya sebagai salah satu penghasil sawit terbesar di dunia, negara-negara tropis lainnya, khususnya di benua Afrika, berpotensi menggantikan posisi Indonesia sebagai produsen utama.

Melihat tantangan ini, penting bagi industri kelapa sawit untuk meningkatkan inovasi, terutama dalam hal keberlanjutan dan perdagangan guna tetap kompetitif di pasar global dan memenuhi standar lingkungan internasional. Untuk itu, dibutuhkan sebuah solusi yang dapat menjawab isu lingkungan sekaligus memperkuat perekonomian Indonesia di kancah global Salah satu solusi yang dapat menjawab isu lingkungan sekaligus memperkuat perekonomian Indonesia adalah hilirisasi. Dikutip dari Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), hilirisasi adalah tahap pengolahan produk dari bahan mentah menjadi barang yang memiliki nilai lebih tinggi dan siap dijual. Hilirisasi dapat menambah nilai produk dan membuka peluang pasar untuk menjual produk jadi. Hal ini bisa meningkatkan nilai jual ekspor sekaligus mengurangi impor produk jadi hasil turunan sawit. Selain itu, hilirisasi membuka peluang untuk mengembangkan industri pengolahan baru yang akan memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperkuat ketahanan ekonomi domestik. Dengan berkembangnya industri ini, jumlah pelaku ekonomi akan bertambah sehingga kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat.

Hilirisasi kelapa sawit juga memiliki potensi besar untuk mendukung program Net Zero Emission melalui beberapa cara. Pertama, kelapa sawit sebagai bahan baku utama biodiesel dapat menjadi alternatif energi terbarukan yang lebih efisien dalam mengurangi emisi karbon dibandingkan bahan bakar fosil. Kedua, peningkatan teknologi pemrosesan limbah kelapa sawit dapat menghasilkan biogas dan mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga mengoptimalkan pemanfaatan limbah. Selain itu, hilirisasi menghasilkan produk turunan yang lebih bernilai dan ramah lingkungan, seperti bio-lubricants dan plastik biodegradable, yang dapat menggantikan produk berbasis minyak bumi. Praktik manajemen perkebunan yang berkelanjutan juga dapat didorong melalui penerapan standar seperti RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), yang membantu mengurangi emisi dari deforestasi dan praktik tidak berkelanjutan. Namun, keberhasilan inisiatif ini sangat bergantung pada perbaikan di seluruh rantai pasok industri, termasuk mitigasi deforestasi dan pengurangan emisi dalam proses produksi. Dengan pendekatan terintegrasi yang berfokus pada keberlanjutan, kelapa sawit berpotensi menjadi pendorong utama dalam mencapai target Net Zero Emission di Indonesia.

Hilirisasi kelapa sawit tentunya masih harus melalui proses yang panjang dan tidak mudah, Banyak hal yang harus diperbaiki baik dari sisi regulasi maupun infrastruktur. Teknologi yang mutakhir menjadi alat yang dapat mempermudah langkah Indonesia untuk mencapai hilirisasi. Untuk itu, pemerintah harus terus mendukung industri ini untuk melakukan riset dan pengembangan (R&D) guna mencapai industri sawit yang berkelanjutan. Implementasi inovasi yang tepat melalui dan kepatuhan pada standar lingkungan akan menjaga kelangsungan industri kelapa sawit dan mendorong transisi menuju energi terbarukan. Kesuksesan hilirisasi tidak hanya akan memperkuat posisi Indonesia di pasar global, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan perluasan lapangan pekerjaan. Dukungan penuh terhadap program hilirisasi sangat diperlukan untuk mewujudkan visi ini secara menyeluruh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun